KEKER.FAJAR.CO.ID – Cahaya matahari yang sedang muncul yang ditemani langit biru sambil menghilangkan malam sunyi membuat Arif teduh, ditambah dengan pasir putih dan air jernih yang membuat tatapan orang disana bahagia setiap harinya. Arif berjalan langkah demi langkah menyusuri pulau tanaberu yang menjadi tempat lahirnya yang membanggakan.
Tempat dimana kapal dibuat dan tempat dimana para pelayar yang tangguh berada. Langkah arif terhenti ketika melihat tettanya (ayahnya) yang sedang memimpin ritual selepas perahu yang dia buat bersama temannya telah siap.Selesai ritual, Arif di suruh tetta untuk membeli sesuatu. Di perjalanan, Arif melihat seorang perempuan yang terjatuh, lalu langsung ia hampiri.
“Tidak kenapa-napa jaki? luka ini semua kakitta” tanya Arif pada gadis itu.“Iye tidak kenapa napaja” jawab gadis itu.“Ayo ke rumahku, nanti di obatiki di sana.”
Wanita itupun mengangguk iya. Sesampainya di rumah, wanita itu di sambut baik oleh keluarga Arif.“Siapa namata nak?” tanya ibu Arif.“Lina,bu. “ jawab wanita itu. “ “Kenapaki bisa luka seperti ini” tanya ayah Arif.“Kesasarka om, saya ini dari kajang” jelas wanita itu.“Ya sudah kalau begitu, tinggal meki dulu disini, sembuhpi kakitta baru ku antarki ke kajang”. Ujar ayah Arif.
Kemudia Arif mengajak Lina jalan-jalan ke pantai.“Pake meki dulu sendalnya mamakku” tawar Arif.“Jangan meki, terimakasih. Saya terbiasa di kampungku tidak pakai sendal”tolak Lina.“Kenapa di kampung tidak pernahki pakai sendal?”.Lina lalu menjawab “kita dikajang tidak membiarkan teknologi masuk makanya saya sudah terbiasa tidak memakai sendal”.
Arif mengangguk. Mereka berdua lalu menyusuri pantai tanaberu sambil menikmati pemandangan sore yang sejuk. Arif lalu mengangkat suara “kenapakki bisa kesasar?”.
”Kaburka dari rumah karena saya mau di jodohkan tapi saya tidak mau “Arif tertawa mendengarnya “aduh jangan jangan kamu penerusnya siti nurbaya”.“Kenapa masyarakat kajang pakaiannya harus warna hitam?” tanya Arif lagi pada Lina.
“ Karena bagi kami warna hitam itu melambangkan dan menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan Sang Pencipta. Tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya, Semua hitam adalah sama.” jelas Lina lagi.
Arif kagum mendengarnya.
Setelah lina beberapa hari tinggal dirumah, arif merasa nyaman atas keseruan dan baiknya lina dan akhirnya jatuh hati padanya namun ibu Arif tidak setuju. Lina juga yang tidak tahan dengan ejekan orang di lingkungan Arif merasa terganggu.
Mereka berduapun pergi meninggalkan rumah tepat jam 7 malam. Keesokan harinya, saat ibu mencari Arif, ia kaget karna menemukan surat di kasur, yang berisi kalau Arif dan Lina pergi untuk melanjutkan hidup. Membaca itu, ibu Arif kaget dan berteriak memanggil suaminya.
Arif terlihat sedang mengarahkan kepalanya kesemua arah di Kajang sambil tersenyum. “ooo, inimi di bilang Kajang, tentramnya tawwa wilayahnya….( aduuh)” jerit Arif yang kesakitan.“Kenapaki?” tanya Lina.“Tertusuk batu runcing kakiku, aduh.. kenapa disini tidak boleh pake sendalkah. Sakitnya lagi” marah Arif.“Arif, janganki begitu. Samaji kita tidak hargai kebudayaanku di kajang. Kita semua dari suku kajang memang begitu, tidak akan membiarkan teknologi masuk”jawab Lina juga sambil marah.Sesampainya di rumah Lina, Lina meminta maaf ke kedua orang tuanya karna melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan yaitu kabur dari rumah. Tetapi ibu Lina memaafkan Lina dan Lina langsung memperkenalkan Arif pada ibu dan ayahnya tetapi ibu danayah Lina hanya menatap sinis Arif.