[Lomba Menulis] Surat untuk Gubernur

  • Bagikan

Sebenarnya belajar di rumah bukanlah hal yang buruk tapi ada beberapa hal yang membuatnya terkesan menjengkelkan, contohnya seperti tugas tidak mengenal hari libur dan tanggal merah, kadang guru memberi tugas saat sudah larut malam, kadang tidak mengerti dengan pelajaran yang diberikan guru karena tidak disertai penjelasan, dan sering merasa kesepian karena tidak ada teman yang gila tapi pura-pura waras, yang anehya teman gila itulah yang membuat hari-hari jadi lebih berwarna saat disekolah.

Belajar di rumah pasti tidak akan lepas dari yang namanya kuota internet. Begitupun dengan aku. Karena ayahku sudah meninggal, jadi yang harus banting tulang mencari uang untuk menafkahi keluarga adalah ibu. Meskipun aku tau ibuku tidak pernah menolak jika aku meminta uang untuk membeli kuota internet, tapi aku sering merasa tidak enak untuk terus menerus membebaninya dengan biaya kuota yang lumayan mahal. Sedangkan aku tau hasil dari kebun yang dikerjanya itu tidak seberapa. Tapi mau bagaimana lagi memang dasarnya pasti akan seperti itu.

Pernah suatu ketika aku pergi kekebun membantu ibuku memetik cabai yang hasilnya akan aku gunakan membeli kuota. Tapi sayangnya saat itu rezeki tidak berpihak kepadaku karena harga cabai menurun drastis. Aku sempat merasa kecewa. Tapi untungnya Allah Yang Maha Baik mendengar curahan hati ku. Pada malam harinya aku mendapat telepon dari temanku. Katanya dia membutuhkan tambahan karyawan untuk memanen bawang merah. Aku dengan senang hati menerima tawaran itu. Pagi harinya kami berangkat ke lokasi yang lumayan jauh. Ternyata menjadi karyawan bawang tidak semudah dan senyaman yang aku kira, rasa capek yang membuat badan hampir remuk semua,  ditambah panas matahari  makin lama  makin panas dan menyengat. Tapi itu bukanlah penghalang bagi pejuang rupiah seperti kami. Belum lagi tugas sekolah yang menanti di rumah untuk dikerjakan saat pulang nanti. Sungguh melelahkan.

Hari-hari berikutnya aku kadang-kadang menerima tawaran yang serupa. Meskipun hanya sesekali, tak apalah namanya juga karyawan dadakan. Itupun aku sudah sangat bersyukur, kerena upah yang aku terima sudah lebih dari cukup untuk membeli kuota internet. Dan setidaknya dapat meringankan sedikit beban ibuku. Semoga sekolah tatap muka normal diberlakukan.

Salam hormat,

Ratih

  • Bagikan