KEKER.FAJAR.CO.ID – Kefokusan Hilya masih terus terpaku pada layar laptopnya. Walau seringkali dilanda rasa kantuk, ia tetap bertekad untuk menyelesaikan pekerjaannya malam ini. Kata demi kata berusaha ia rangkai, lalu kemudian ia ketik pada gadget besar di hadapannya itu.“Fokus, Hilya! Udah mau selesai,” ucapnya sambil perlahan menepuk-nepuk pipinya.Tak! Tik!“Alhamdulillah.” ujarnya dengan mata yang terkantuk sambil tersenyum kecil.“Tinggal dikirim lewat Gmail,”Klik! Bruk!Pada saat itu juga, Hilya pun langsung tertidur dengan kepala tergeletak di atas meja belajarnya.
Sore hari yang ditunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Kini waktunya Hilya untuk mengecek pengumuman mengenai lomba menulis yang telah dilaksanakan oleh sekolah beberapa hari yang lalu. Ia mulai mengaktifkan ponsel lalu membuka sebuah notifikasi pesan di grup kelasnya dengan rasa percaya diri.“Faika, Safa, dan…Kezia.”Senyum yang awalnya terukir manis di bibirnya pun seketika menghilang. Juara utama maupun juara harapan tak berhasil dicapai oleh Hilya kali ini. Padahal, ia telah berusaha sekeras mungkin dan mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya pada lomba tersebut.Hilya langsung mematikan ponselnya lalu berbaring di atas ranjang. Memori-memori perjalananannya saat mengikuti berbagai lomba dalam kurun waktu setahun ini pun terus terbayang di dalam pikirannya. Belum ada satupun gelar juara yang pernah ia raih selama itu.
Jam telah menunjukkan pukul 7.40 pagi. Hilya yang saat ini berada di depan pagar rumahnya pun menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari alat transportasi yang dapat mengantarnya ke sekolah. Namun, tak ada satu pun ojek yang terlihat berada di sekitar situ.Setelah beberapa lama berdebat dengan pikirannya sendiri, Hilya akhirnya memutuskan untuk melewati pagi ini dengan hal yang baru. Yap, berjalan kaki menuju sekolah yang jaraknya tak cukup jauh dari posisinya saat ini.“Padahal aku gak jago nyebrang haduuh,” batinnya dengan nada gelisah.Perjalanan kali ini terasa berat dan menantang bagi Hilya. Berjalan kaki seorang diri, diiringi oleh kegelisahan yang menyeruak di dalam dirinya. Terlebih, sebuah perasaan kecewa yang meluap kemarin masih ia rasakan sampai saat ini.
Setelah melangkahkan kaki puluhan kali, perkara yang dipikirkan oleh Hilya beberapa saat yang lalu pun akhirnya telah menunjukkan diri tepat di hadapannya. Suara keramaian kendaraan terdengar jelas saat Hilya telah melewati lorong kompleks rumahnya. Mobil, motor, dan kawanannya berlalu-lalang di jalan tersebut. Apalagi, terdapat dua jalanan yang saling berdampingan, sehingga Hilya harus menyebrang dua kali.Ia pun menghela napas dalam lalu berjalan perlahan melewati kendaraan yang melintas, sembari melambaikan salah satu tangannya sebagai tanda.Tap! Tap! Tap!Hilya menoleh ke belakang, menyadari bahwa ia akhirnya berhasil melewati salah satu jalanan. Namun, masih ada satu tahap lagi yang perlu ia hadapi.Tap! Tap! Tap!Tak lama kemudian, kedua kakinya akhirnya telah mendarat di titik tujuan, yakni seberang jalan dari tempat ia berdiri tadi. Hilya merasa terkejut sekaligus kagum terhadap dirinya. Tak pernah terbesit di pikirannya bahwa ia akan berjalan sendirian menyeberangi jalanan besar yang selama ini masuk ke dalam daftar ketakutannya.Sekali lagi ia melirik ke arah jam tangannya. Sudah pukul 7.55 dan hanya tinggal lima menit lagi hingga gerbang sekolah akan tertutup. Hilya pun mempercepat langkahnya.Miauw! Miauw!Namun, sebuah suara lesu langsung menghentikannya. Hilya menoleh ke sisi kirinya dan mendapati seekor kucing kecil yang sedang termenung di atas pohon, menunggu bantuan seseorang untuk menurunkannya.“Kasihan kamu, tapi aku gak terlalu berani buat nolongin.”