Keesokan harinya, Asta lagi-lagi tidak bisa menemukan orang yang menaruh pulpen di kusen jendela. Begitu seterusnya hingga hari kelima.
Asta bahkan sudah mencoba berangkat setelah salat subuh meskipun hari masih gelap. Ia tetap memberanikan diri memanjati pagar dan segera berlari menuju kelasnya hanya untuk memastikan pulpen itu tidak mendahuluinya datang.
“Sial! Orang itu cepat sekali,” geram Asta.
“Apa mungkin dia meletakkannya pada tengah malam? Setelah pulang sekolah? Atau bisa jadi hantu yang melakukannya?.”
Pikiran Asta makin tidak karuan. Sampai-sampai ia kepikiran dengan hantu.
Esok paginya, waktu menunjukkan pukul 05.40. Asta sudah melangkahkan kaki ke sekolah. Saat berjalan di lorong kelas, ia tiba-tiba berpapasan dengan Akmal.
“Oh! Jadi kamu yang selalu meletakkan benda itu di kusen jendela? Ayo ngaku!,” tiba-tiba Asta berteriak.
“Apa sih! Aku mau ambil absen di ruang guru. Lagian kelasku kan bersebelahan dengan kelasmu. Wajar saja aku lewat sini,” jawab Akmal dengan sangat santai.
Tak ada ekspresi gugup atau terkejut mendengar suara teriakan Asta. Benar. Akmal adalah laki-laki yang cuek dan pendiam. Mustahil dia melakukan hal gila itu. Akmal dan Asta sama sekali tidak saling akrab.
Jam pelajaran pertama dimulai. Asta kini mengambil benda itu dari kusen jendela dan menggunakannya untuk menulis. Tidak peduli siapa yang sengaja melakukannya. Tetapi Asta tahu orang itu sangat peduli padanya.(*)
Asni Tahir(SMKN 2 Sidrap)IG @asnitahireinstein