“Apa yang kau harapkan dari aku bapak?” ujar seorang remaja yang terbebani dengan kekangan keluarga.
“Terus kau mau apa? jangan sampai bapak sumpahi kau cilaka,” amarah sang Ayah telah keluar dan membuat seorang Ian terkejut.
Ian merupakan seorang anak laki laki yang memiliki keinginan untuk bisa menjalani hari harinya tanpa harus ada kekangan dari orangtua. Ia mengharapkan orangtuanya dapat mendukung keputusannya tersebut, namun ekspektasinya bertolak belakang dengan realita.
“Bapak sudah membesarkanmu, memberimu makan dan uang untuk keperluan sekolahmu, Bapak mendukung semua akivitasmu di luar, namun ini balasan dari kerja keras, Bapak?”ujar sang ayah sambil menghela nafas.
“Ian cuman mau dibebaskan pak, Ian cuman mau memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang Ian anggap betul, memangnya salah?”
Dengan penuh amarah sang ayah memukul, menendang, dan mencaci maki Ian. Ian dengan penuh air mata, beranjak dari ruang tamu menuju ke kamar pribadinya, ia mengunci kamarnya dan menangis terseduh seduh. Ia tak menyangka akan diperlakukan seperti itu oleh ayahnya.
Ian tertegun dan mencerna semua kata-kata dari Ayahnya, semua kalimat ia pikir dengan sangat intens. Ian pun berpikir, ia memang sangat dicekang oleh Ayahnya. Maka di saat itu, ia mulai berpikir untuk bagaimana caranya supaya ia bisa mulai dibebaskan lagi oleh Ayahnya.
Tak terasa, azan maghrib pun berkumandang, Ian bergegas menuju ke masjid untuk melaksanakan ibadah salat maghrib. Selepas salat maghrib, Ian berdoa, mengangkat kedua tangannya seraya berdoa kepada Allah agar dimudahkan untuk mendapatkan keinginannya, yaitu bebas dari kekangan orangtua.
Ian pun beranjak pulang, ia merasa sedikit tenang selepas solat. Ayah Ian masih larut dalam emosinya, ayah Ian pun ke kamarnya dan tetap larut dalam emosinya, ayah Ian bagaikan anjing yang terlepas dari kandangnya.
Setelah beberapa hari, Ian pun mulai menikmati hari-harinya di rumah, namun terkadang ia masih ingin memenuhi keinginannya untuk terbebas dari kekangan orangtua. Ayah Ian, juga mulai merasa tenang karena anaknya mulai mengikuti keinginannya.
Tepat di malam itu, Ian di panggil oleh ayahnya untuk berdiskusi tentang keinginan Ian yang tak pernah ia dapat, “Nak, sebenarnya bapak mengizinkan kamu untuk bebas, namun bapak takut kamu terbawa arus yang salah, makanya bapak melarang kamu untuk bebas seenaknya,” ujar ayah Ian.
Ian pun tertegun, air matanya tak mampu terbendung lagi, tepat di saat itu air mata Ian pecah. “Ian minta maaf bapak, Ian tidak tau kalau bapak sangat sayang kepada Ian,” ujar Ian sambil terisak-isak.
Ayah Ian pun langsung memeluk erat Ian, bagaikan tali yang diikat di kayu, seraya berkata, “Tidak ada orangtua yang tidak sayang anaknya, Nak”.
Beberapa hari berlalu, Ian mulai bebas dari kekangan orangtuanya. Ayah Ian, mulai mendukung kembali seluruh aktivitas Ian di luar sekolah, ia mulai memfasilitasi seluruh keperluan Ian dalam aktivitasnya.
Ian, berjanji pada dirinya agar tidak melakukan kesalahan apapun dari perbuatannya, karena ia tahu bahwa ayahnya sangat percaya kepadanya, Ian tidak ingin ayahnya kecewa kepadanya, dan pada akhirnya Ian tidak lagi terkekang oleh orang tuanya dan Ian akan tetap merasakan kasih orang tuanya.