KEKER.FAJAR.CO.ID – Di tengah arus informasi yang deras dan kehidupan yang semakin tergantung pada teknologi, muncul satu istilah yang mulai ramai diperbincangkan: digital detox. Konsep ini mengajak kita untuk berhenti sejenak dari dunia digital dan kembali merasakan dunia nyata.
Tapi, di era yang serba online, apakah mungkin untuk benar-benar melepaskan diri dari layar?
Teknologi memang membawa banyak manfaat. Kita bisa terhubung dengan siapa saja, bekerja lebih efisien, hingga mendapatkan hiburan tanpa batas. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa paparan layar yang berlebihan mulai menunjukkan sisi gelapnya: kelelahan mata, gangguan tidur, menurunnya fokus, bahkan rasa cemas akibat tekanan media sosial.
Fenomena doomscrolling kebiasaan terus-menerus menggulir layar tanpa tujuan—menjadi kebiasaan baru yang sulit dihentikan. Ironisnya, di saat kita merasa lelah dengan dunia digital, kita justru kembali mencarinya untuk “istirahat”. Di sinilah letak pentingnya digital detox: memberikan ruang bagi pikiran dan tubuh untuk bernapas tanpa distraksi dari notifikasi, like, atau trending topic.
Namun tentu saja, menjalani digital detox tidak semudah mematikan ponsel. Banyak dari kita yang menggantungkan pekerjaan, pendidikan, bahkan hubungan sosial pada perangkat digital. Meninggalkan layar berarti mengambil risiko tertinggal informasi atau bahkan dianggap ‘tidak responsif’.
Meski begitu, bukan berarti digital detox mustahil dilakukan. Ini bukan tentang sepenuhnya menghindari teknologi, tetapi tentang menggunakannya secara sadar dan seimbang. Seperti halnya pola makan sehat, detoks digital pun perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing individu.
Berikut beberapa cara sederhana untuk memulai digital detox:
Tentukan Waktu Offline Harian: Misalnya, satu jam sebelum tidur tanpa layar. Gunakan waktu ini untuk membaca buku fisik atau berbincang dengan keluarga.
Atur Zona Bebas Gadget: Jadikan ruang makan atau kamar tidur sebagai tempat tanpa teknologi.
Hapus Aplikasi yang Tidak Diperlukan: Kurangi godaan untuk membuka aplikasi yang tidak penting dan hanya menambah waktu layar.
Gunakan Fitur Screen Time: Pantau dan batasi penggunaan harian aplikasi yang paling sering dikunjungi.
Pada akhirnya, digital detox bukan tentang memusuhi teknologi, tapi tentang memulihkan hubungan kita dengannya agar tetap sehat dan seimbang. Kita memang hidup di era digital, tapi kita tetap manusia yang butuh hadir sepenuhnya di dunia nyata.
Jadi, apakah digital detox sekadar tren? Tidak, jika kita menjalaninya dengan kesadaran dan niat untuk lebih terhubung bukan hanya dengan jaringan internet, tapi juga dengan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Fitrah