Jangan Biarkan Eating Disorder Mengubah Diri Kamu

  • Bagikan
freepik

KEKER.FAJAR.CO.ID – Halo Sobat KeKeR, tahu nggak sih pola makan remaja kerap dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mulai dari tekanan sosial hingga standar kecantikan yang ditampilkan di media.

Revalina Saphira asal SMAN 4 Makassar, mengaku sempat mengalami ketidakpercayaan diri akibat standar kecantikan yang ia lihat di media sosial.

“Itu kadang mempengaruhi saya dan bikin nggak percaya diri. Jadi, suka kurang-kurangin makan dan jadi picky eater. Cuma sekarang sudah mulai mencoba berubah dan lebih mencintai diri sendiri, diganti dengan olahraga secukupnya karena tetap penting untuk menjaga kesehatan tubuh,” ungkapnya.

Sementara itu, pengalaman berbeda dialami oleh Muh Agung Budi Kusuma, siswa SMPN 1 Turikale. Ia mengaku bahwa stres dan kecemasan tidak memengaruhi pola makannya karena ia percaya bahwa menjaga pola makan tetap baik dapat membantu mengatasi stres.

“Ketika saya cemas atau stres, saya biasanya menyapu rumah. Itu membuat saya merasa lebih ringan. Saya juga biasa bercerita ke orang tua agar mendapatkan solusi,” jelasnya.

Rastiyanti dari SMKN 3 Takalar, menyoroti bagaimana pengaruh teman sebaya dapat berdampak pada kebiasaan makan dan citra tubuh. “Saya sering dengar teman-teman bahas soal badan, misalnya ada yang bilang, ‘eh, kuruski’ atau ‘gendutko sedikit’. Itu kadang bikin saya kepikiran sendiri. Tapi kalau lingkungan sekolah lebih santai, saya juga lebih nyaman dan tidak terlalu mikir berlebihan,” ujarnya.

Menurut dr. Muh. Gatra Pratama, Sp.KJ, seorang edukator dan praktisi kesehatan mental, gangguan makan atau eating disorder pada remaja dapat disebabkan oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara biologis, faktor genetik dan gangguan pada neurotransmitter seperti serotonin dapat memengaruhi nafsu makan dan emosi seseorang.

Dari segi psikologis, perfeksionisme, kecemasan, depresi, serta gangguan kontrol diri sering ditemukan pada penderita gangguan makan. Sementara itu, faktor sosial seperti tekanan dari media, standar kecantikan yang tidak realistis, serta komentar negatif tentang tubuh (bullying) juga dapat menjadi pemicu utama terjadinya gangguan makan.

Ia menjelaskan perbedaan antara pola makan tidak sehat dan gangguan makan.

“Pola makan tidak sehat bisa berupa diet ekstrem yang hanya sesekali dilakukan, sementara eating disorder seperti anoreksia dan bulimia ditandai dengan obsesi berlebihan terhadap berat badan, ketakutan ekstrem terhadap kegemukan, serta pola makan yang mengancam kesehatan,” terangnya.

Jika tidak ditangani, gangguan makan dapat menimbulkan dampak serius bagi fisik dan mental. “Secara fisik, dapat menyebabkan malnutrisi, gangguan elektrolit, masalah jantung, hingga osteoporosis. Dari sisi mental, eating disorder dapat menyebabkan depresi berat, kecemasan, serta meningkatkan risiko bunuh diri,” ungkap dr. Gatra.

Dalam dunia psikiatri, terapi yang paling efektif untuk menangani eating disorder adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yang membantu mengubah pola pikir yang salah tentang makanan dan tubuh, serta Family-Based Treatment (FBT) yang efektif untuk remaja dengan anoreksia. (*)

  • Bagikan