KEKER.FAJAR.CO.ID – Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sering kali diabaikan, padahal dampaknya sangat luas dan serius.
World Health Organisasion (WHO) telah menyatakan bahwa anemia, khususnya pada perempuan, adalah isu kesehatan global yang memerlukan perhatian lebih.
Di Indonesia sendiri, data Kementerian Kesehatan tahun 2023 menunjukkan prevalensi anemia yang mengkhawatirkan, yakni sebesar 30% pada perempuan usia 15–49 tahun, dan mencapai 37% pada ibu hamil.
Angka ini menandakan bahwa satu dari tiga perempuan Indonesia berisiko mengalami anemia, suatu kondisi yang tidak hanya memengaruhi produktivitas tetapi juga kualitas hidup dan keselamatan ibu hamil serta janin yang dikandungnya.
Penyebab utama anemia adalah kekurangan zat besi, mineral penting yang dibutuhkan tubuh untuk memproduksi hemoglobin yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Tanpa jumlah hemoglobin yang cukup, sel-sel tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik, sehingga tubuh menjadi lemas, pucat, dan rentan sakit.
Perempuan memiliki risiko lebih tinggi terhadap anemia karena mengalami menstruasi setiap bulan, yang menyebabkan kehilangan darah secara berkala. Sementara itu, ibu hamil memerlukan lebih banyak zat besi untuk mendukung tumbuh kembang janin dan meningkatkan volume darahnya sendiri.
Ironisnya, meskipun anemia tergolong masalah yang umum dan dapat dicegah, penanganannya di lapangan belum optimal.
Banyak perempuan belum mendapatkan asupan zat besi yang cukup, baik dari makanan bergizi maupun dari suplemen seperti tablet tambah darah (TTD). Kondisi ini diperburuk oleh minimnya pengetahuan tentang pentingnya zat besi, serta terbatasnya akses terhadap makanan yang kaya zat besi dan fasilitas kesehatan yang menyediakan suplemen secara rutin.
Solusi terhadap permasalahan ini harus bersifat menyeluruh dan sistemik. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat, terutama kepada remaja putri dan ibu hamil, mengenai pentingnya konsumsi makanan kaya zat besi seperti daging merah, hati, sayuran berdaun hijau tua, kacang-kacangan, serta makanan yang mengandung vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi.
Selain itu, pemberian tablet tambah darah secara rutin juga harus digalakkan, misalnya satu tablet per hari selama masa menstruasi.
Tak kalah penting, pemerintah harus memainkan peran aktif dengan memastikan distribusi suplemen dan makanan bergizi yang merata, terutama di daerah terpencil.
Program kesehatan ibu dan anak perlu diperkuat, termasuk pemeriksaan darah secara rutin untuk deteksi dini anemia. Kolaborasi lintas sektor, seperti antara dinas kesehatan, pendidikan, dan tokoh masyarakat, juga bisa menjadi kunci untuk memperluas jangkauan edukasi dan distribusi nutrisi.
Mengatasi anemia bukan sekadar urusan medis, tetapi juga soal membangun kesadaran kolektif akan pentingnya gizi dan kesehatan perempuan. Perubahan perilaku, kebiasaan makan, dan pola hidup sehat harus menjadi gerakan bersama. Jika perempuan Indonesia sehat, maka masa depan generasi bangsa pun akan lebih cerah.