KEKER.FAJAR.CO.ID – Pernahkah kamu merasa lelah bukan karena aktivitas fisik, tapi karena isi kepala yang tak henti bekerja? Selamat datang di era overthinking saat berpikir berlebihan tak lagi dianggap sebagai gangguan, tapi justru menjadi semacam gaya hidup tak resmi di masyarakat modern.
Overthinking bukan hal baru. Tapi di zaman sekarang, seolah-olah ia jadi bagian dari rutinitas harian: memikirkan hal-hal kecil secara berlebihan, menganalisis percakapan yang sudah lewat, atau membayangkan skenario terburuk dari sesuatu yang bahkan belum terjadi.
Uniknya, kita sering membungkus overthinking dengan istilah “antisipatif”, “perfeksionis”, atau bahkan “peduli”. Padahal, terlalu banyak berpikir justru sering membuat kita kehilangan momen, tidur tidak nyenyak, dan pada akhirnya merasa cemas tanpa alasan jelas.
Kenapa ini bisa jadi semacam gaya hidup? Mungkin karena kita hidup di era yang serba cepat dan penuh tekanan. Segalanya harus sempurna. Segalanya bisa dibandingkan. Media sosial memperkuat kecenderungan ini, membuat kita terus membandingkan hidup sendiri dengan kehidupan orang lain yang tampak “ideal” di layar.
Namun, terus-menerus berpikir tidak berarti kita semakin bijak. Justru sebaliknya kita bisa terjebak dalam lingkaran pikiran yang melelahkan, tanpa solusi.
Lalu, bagaimana cara mulai keluar dari kebiasaan ini?
Sadari Polanya: Perhatikan kapan kamu mulai overthinking biasanya terjadi saat kelelahan, kesepian, atau berada di situasi yang tak pasti.
Tulis, Bukan Simpan: Menulis pikiranmu bisa jadi cara ampuh untuk “mengeluarkan” isi kepala. Kadang kita hanya butuh ruang untuk mendengar diri sendiri.
Berani Ambil Keputusan Kecil: Tidak semua hal butuh dipikirkan berulang kali. Keputusan kecil bisa dibuat cepat, dan itu tidak apa-apa.
Berlatih Mindfulness: Fokus pada momen saat ini bisa membantu menghentikan arus pikiran yang terus meloncat ke masa lalu atau masa depan.
Pada akhirnya, overthinking bukan ciri orang lemah tapi sinyal bahwa otak kita butuh istirahat. Bahwa kita tak harus punya jawaban untuk segalanya, apalagi dalam satu malam.
Jadi, apakah overthinking akan terus jadi gaya hidup? Mungkin. Tapi kita punya pilihan untuk tidak menjadikannya identitas. Karena hidup terlalu berharga untuk hanya dijalani di dalam kepala.
Fitrah