Budaya Rebahan: Malas atau Bentuk Perlawanan Diam?

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Kata rebahan sering kali diucapkan dengan nada bercanda, sindiran, atau bahkan penilaian negatif. “Dasar generasi rebahan,” begitu komentar yang kerap muncul di media sosial. Tapi benarkah rebahan selalu identik dengan kemalasan? Atau jangan-jangan, itu adalah bentuk perlawanan paling sunyi di tengah dunia yang menuntut kita untuk selalu produktif?

Kita hidup dalam budaya hustle bangga jika sibuk, merasa bersalah jika beristirahat. “Waktu adalah uang” menjadi mantra yang ditanamkan sejak dini. Dalam sistem seperti ini, istirahat seolah dianggap sebagai kelemahan. Tapi bagaimana jika rebahan justru menjadi momen kita mengambil kembali kendali atas tubuh dan pikiran?

Rebahan, dalam konteks ini, bukan berarti pasrah atau tidak punya mimpi. Justru sebaliknya. Ini adalah momen refleksi, momen memeluk diam, momen mengenali batas energi kita sendiri. Di tengah tekanan untuk terus berlari, rebahan bisa menjadi bentuk perlawanan: mengatakan bahwa hidup bukan hanya soal produktivitas.

Namun tentu saja, rebahan juga bisa menjebak. Ketika dilakukan terus-menerus tanpa kesadaran, ia berubah menjadi pelarian. Batas antara istirahat dan lari dari kenyataan sangatlah tipis. Di sinilah pentingnya kesadaran diri.

Beberapa hal untuk membuat rebahan jadi lebih bermakna:

Rebahan dengan Tujuan: Luangkan waktu untuk istirahat secara sengaja, bukan karena terpaksa atau menyerah.

Gunakan untuk Refleksi: Saat rebahan, coba dengarkan tubuh dan pikiranmu. Apa yang sedang kamu butuhkan?

Tolak Rasa Bersalah: Istirahat bukan dosa. Tubuhmu berhak mendapatkan jeda.

Keseimbangan adalah Kunci: Rehat dan gerak, produktif dan tenang semua punya waktunya sendiri.

Pada akhirnya, rebahan bukan soal malas atau tidak. Tapi soal memahami bahwa menjadi manusia bukan hanya soal pencapaian, tapi juga soal keberanian untuk diam, untuk merawat diri, dan untuk tidak selalu “harus” melakukan sesuatu.

Jadi, apakah budaya rebahan harus dimusuhi? Tidak. Jika kita melakukannya dengan sadar, rebahan bisa menjadi seni untuk bertahan di dunia yang terus bergerak, kita boleh memilih untuk diam sejenak.

Fitrah

  • Bagikan