Tenggelamnya Kapal Van der Wijck: Sebuah Mahakarya tentang Cinta, Luka dan Harga Diri yang Tak Terkuburkan

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Jika ada satu film yang berhasil mengiris hati sekaligus meninggalkan bekas yang dalam, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah jawabannya. Film ini bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan sebuah tragedi manusia yang terperangkap dalam belenggu adat, martabat, dan takdir yang kejam.

Disutradarai dengan apik oleh Sunil Soraya, adaptasi dari novel legendaris Buya Hamka ini berhasil menyuguhkan lebih dari sekadar romansa—ia menghadirkan pergolakan batin, pertumbuhan karakter, dan ironi kehidupan yang memilukan.

Zainuddin, diperankan secara memukau oleh Herjunot Ali, adalah jiwa yang terluka sejak kecil. Terombang-ambing antara identitas dan penolakan, ia tumbuh sebagai sosok yang awalnya rapuh, tetapi justru di situlah keindahan karakternya terletak. Perlahan, kita menyaksikan metamorfosisnya menjadi seorang lelaki yang teguh, berprinsip, dan penuh harga diri—meski dunia seolah tak pernah memberinya ruang. Chemistry-nya dengan Hayati (Pevita Pearce) terasa begitu alami, membuat setiap adegan mereka bersama penuh dengan gejolak emosi yang sulit dilupakan.

Hayati sendiri bukanlah karakter yang bisa disalahkan begitu saja. Di balik keputusannya, tersembunyi tekanan sosial yang menghancurkan. Adat Minang yang kaku, dipenuhi fanatisme akan garis keturunan, menjadi penjara tak kasatmata yang memisahkan dua insan yang saling mencinta. Film ini dengan cerdas menggambarkan betapa kerasnya dunia ketika tradisi dan kebanggaan keluarga berbenturan dengan perasaan manusiawi.

Yang mengejutkan adalah karakter Muluk, yang awalnya terkesan sebagai figuran, justru menjadi salah satu pilar penting dalam perjalanan Zainuddin. Hubungan mereka membuktikan bahwa persahabatan sejati bisa lahir dari tempat yang tak terduga.

Dari segi visual, film ini memanjakan mata dengan latar zaman kolonial yang dirancang dengan detail memukau. Setiap frame seolah hidup, membawa penonton larut dalam suasana masa lalu yang penuh dendam dan duka. Akting para pemain, terutama Herjunot, benar-benar membawa jiwa ke dalam peran, membuat setiap detik layaknya puisi yang menyayat hati.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck bukan sekadar film—ia adalah sebuah refleksi tentang bagaimana cinta bisa begitu mulia, sekaligus begitu kejam. Tentang bagaimana seseorang bisa tetap berdiri teguh meski dunia berusaha menenggelamkannya. Jika Anda mencari kisah yang tak hanya menghibur, tetapi juga meninggalkan kesan mendalam, film ini layak menjadi pilihan utama. Siapkan hati, karena setelah menontonnya, Anda mungkin akan membutuhkan waktu untuk berdamai dengan rasa kehilangan yang ditinggalkannya.

NURFADILAH

  • Bagikan