Mengurai Makna Puisi “Perihal Waktu” Karya Sapardi Djoko Damono

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Waktu adalah salah satu tema abadi dalam puisi dan Sapardi Djoko Damono menghadirkannya dengan cara yang khas dalam karya berjudul Perihal Waktu. Puisi ini tidak sekadar berbicara tentang detik, menit, atau jam yang berlari, melainkan tentang bagaimana manusia menjalani hidup di tengah arus waktu yang tak pernah berhenti.

Puisi ini dibuka dengan gambaran waktu yang seolah saling bertukar tempat: “Ketika Rabu menyebrang ke Sabtu”. Kalimat ini bisa dimaknai sebagai metafora tentang bagaimana hari-hari terasa berlalu begitu cepat, bahkan seakan-akan hari-hari saling melompat tanpa jeda. Sapardi menggambarkan waktu sebagai sesuatu yang terus bergerak, tanpa peduli apakah manusia siap atau tidak. Jam berdetak seperti biasa, daun penanggalan tak merasa perlu bertahan—semuanya mengalir tanpa bisa ditahan.

Lalu, Sapardi menyandingkan waktu dengan kehidupan manusia: “Hidup adalah penyebrangan yang menggantung, antara rahim dan bumi”. Di sini, hidup digambarkan sebagai sebuah perjalanan singkat—seperti jembatan antara kelahiran (rahim) dan kematian (bumi). Manusia hanya perlu mengangguk pada “penjaga jembatan”—mungkin simbol takdir atau maut—lalu melintas begitu saja. Ada kesan pasrah, tetapi juga keberanian untuk terus berjalan meski tidak tahu apa yang menanti di seberang.

Bagian yang paling menyentuh adalah pertanyaan retoris: “Siapa yang menantiku di sebrang?? Sungguh!! Adakah yang menantiku??”. Ini adalah kegelisahan umum: apakah ada yang peduli dengan kepergian kita? Apakah hidup kita berarti bagi seseorang? Sapardi tidak memberikan jawaban pasti, tetapi justru di situlah keindahannya—puisi ini membiarkan pembaca merenung sendiri.

Dan di akhir puisi, ada dialog yang samar antara dua orang: “Kau suka tidak percaya katamu selalu / Aku tidak tau apakah? / Apakah itu caramu menyatakan cinta kepadaku!!”. Mungkin ini adalah percakapan antara kekasih, atau bahkan antara manusia dan waktu itu sendiri. Sapardi seolah mengatakan bahwa di tengah ketidakpastian waktu, cinta—entah dalam bentuk apa pun—adalah satu-satunya hal yang bisa kita pegang.

Puisi Perihal Waktu mengajak kita merenungkan betapa hidup ini singkat, tetapi juga penuh dengan pertanyaan dan kerinduan. Sapardi tidak memberi nasihat moral, melainkan menggugah kesadaran kita: waktu terus bergerak, dan kita hanya bisa menjalaninya dengan segala ketidakpastiannya. Namun, di balik itu semua, mungkin ada cinta—entah dari seseorang, dari kehidupan, atau dari diri sendiri—yang membuat perjalanan ini tetap bermakna.

Perihal Waktu Karya Sapardi Djoko Damono

Ketika rabu menyebrang ke sabtu
Jam beretak
Seperti biasanya
Dan sabtu, harus segera bersiap untuk menjelma rabu
Sementara daun penanggalan, tidak merasa harus bertahan di dinding itu
Hidup adalah penyebrangan yang menggantung, antara rahim dan bumi
Kepada penjaga jembatan, kita cukup menganggukkan kepada sekedarnya
Lalu melintasinya agar bisa sampai di sebrang sana
Dan kita akan.
Dan kita akan ikut saja dalam antrian yang panjang
Tidak tergesa-gesa
Tak ada yang menghalangi kita!!
Siapa yang menantiku di sebrang??
Sungguh!!
Adakah yang menantiku??
Kau suka tidak percaya katamu selalu
Aku tidak tau apakah??
Apakah itu caramu menyatakan cinta kepadaku!

NURFADILAH

  • Bagikan