Cerpen: Jendela Dunia di Halaman Buku

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Di sebuah kota kecil, tinggallah seorang anak bernama Raka. Kota tersebut terletak di tepi sungai yang mengalir tenang, sebuah tempat di mana waktu seakan bergerak lebih lambat. Bahkan dari kejauhan, kita bisa melihat deretan rumah-rumah tua dengan atap merah yang berjajar rapi di sepanjang tepi sungai. Mereka seolah menunduk, memberi hormat pada air yang memantulkan cahaya matahari sore. Di kejauhan, menara jam berdiri tegak, menjadi saksi bisu dari setiap detik yang berlalu di kota kecil ini.

Di kelas, Raka selalu duduk di pojok, lebih senang mendengarkan daripada harus menulis atau membaca di papan tulis. Ketika guru memberi tugas membaca di depan kelas, Raka menundukkan kepala, berharap tidak dipanggil. Setiap kali teman-temannya membaca dengan lancar, Raka merasa seolah-olah dunia mengerut di sekelilingnya. Huruf-huruf di buku terlihat seperti simbolsimbol asing yang tidak bisa dia pahami. Mereka berloncatan dan berputar di matanya, membuat kepalanya pusing.

Suatu hari, ketika Raka sedang duduk di bawah pohon besar dekat sekolahnya, ia melihat seorang Kakek tua dengan tas besar yang penuh buku. Namanya Kakek Adi, seorang pustakawan keliling yang selalu datang ke desa-desa kecil untuk mengajarkan anak-anak tentang keajaiban membaca. Kakek mendekati Raka dan tersenyum.

“Kau suka membaca, Nak?” tanya Kakek Adi, seraya ikut bergabung duduk di samping Raka.

Raka menggeleng pelan. “Aku tidak bisa membaca, Kek. Setiap kali aku mencoba, huruf-huruf itu terasa berputar di kepalaku.”

Kakek tidak tertawa atau menghakimi. Ia duduk di samping Raka dan membuka sebuah buku bergambar.

“Kau tahu … ” kata Kakek Adi, menggantungkan kalimatnya. “Membaca itu seperti berlayar di lautan. Kadang ombaknya besar, kadang tenang. Tapi jika kau belajar mendayung, sedikit demi sedikit, kau akan sampai ke seberang.”

Raka yang awalnya acuh tak acuh, mulai penasaran. “Apa yang dikejar singa itu, Kek?”

Kakek Adi tersenyum tipis. “Baca, dan kau akan tahu.”

Raka mendekatkan wajahnya ke halaman buku, melihat gambar singa itu berlari dengan mata penuh tekad. Tapi huruf-huruf di bawah gambar itu masih membingungkannya. “Aku tidak bisa membaca, Kek,” katanya dengan suara rendah, merasa malu.

Raka tak menjawab, dia kembali memandangi halaman buku itu dan mengganti ke halaman berikutnya. “Kek, mengapa singa mengejar kelinci lucu ini?” Raka bertanya dengan hati-hati, hingga kedua mata mereka kembali bertemu.

Raka mengerutkan dahi, berpikir keras. “Jadi, buku-buku ini bukan cuma tentang cerita? Mereka punya makna?”

“Tentu,” jawab Kakek meyakinkan Raka.

Waktu berlalu, dan suatu hari tanpa sadar, Raka sudah bisa membaca satu paragraf penuh. Ia tertegun. Dunia yang selama ini tersembunyi di balik hurufhuruf itu mulai terbuka lebar di hadapannya.

“Aku bisa!” serunya dengan mata berbinar.

Kakek Adi ikut tersenyum. “Kau sudah menemukan kunci untuk membuka pintu dunia ini, Raka.”

Dan mata Raka, seperti kata-kata di halaman buku itu, kini terbuka lebar.

TAMAT

Nurfadilah

  • Bagikan

Exit mobile version