Apakah Kita Siap? AI Makin Canggih, Manusia Harus Berbenah

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Sobat KeKer, tau nggak sih Teknologi berkembang begitu cepat, dan kini dunia tengah berada di titik transisi besar: ketika kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) mulai menggantikan berbagai fungsi manusia. Dari komputer yang bisa berpikir hingga mesin yang bisa mengambil keputusan sendiri, semua berjalan berkat perkembangan algoritma dan pemrosesan data yang semakin maju.

Melalui berbagai metode dan teknik, sistem komputer kini tak hanya bisa menyimpan informasi, tetapi juga belajar, menyesuaikan diri, bahkan membuat keputusan secara mandiri. Maka tak heran, prediksi bahwa AI akan menggantikan peran manusia di masa depan bukan lagi sekadar teori, tapi kemungkinan nyata yang semakin dekat.

Salah satu contoh nyata adalah penggunaan AI dalam dunia medis. Kini, beberapa rumah sakit di Jepang dan Korea Selatan telah menggunakan algoritma AI untuk membaca hasil rontgen dan MRI dengan akurasi yang setara, bahkan lebih tinggi, dibanding dokter manusia. Di sisi lain dari sektor pendidikan, perhatian terhadap AI dan teknologi koding juga mulai ditingkatkan. Langkah ini dinilai penting untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi transformasi digital yang tidak bisa dihindari.

Pendidikan harus lebih cepat beradaptasi, karena tantangan masa depan bukan hanya soal teknologi, tetapi juga siapa yang mampu menguasainya. Namun demikian, revolusi AI bukan tanpa risiko. Kesenjangan akses, kehilangan pekerjaan, hingga persoalan etika dan moral menjadi bayang-bayang yang tak bisa diabaikan.

Karena itu, pendidikan, kebijakan, dan kesadaran publik harus berjalan seiring. AI tidak hadir untuk menggantikan manusia, tetapi untuk memperkuatnya. Namun, semua itu hanya mungkin jika manusia juga siap beradaptasi secara pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Meski teknologi membawa efisiensi dan inovasi luar biasa, namun tanpa keseimbangan dalam regulasi dan adaptasi sosial, otomatisasi justru bisa memperbesar kesenjangan ekonomi, pengangguran, dan krisis identitas profesi.

Muhammad Fauzan

  • Bagikan