Ayah sudah tidak ada di rumah, buka pintunya ya anak cantik,” ujar Ibu dengan dengan penuh harapan supaya aku keluar dari kamar mandi.
Dua menit kemudian, aku membuka pintu tersebut lalu memeluk sang Ibu dengan air mata yang terus mengalir. Ibu pun membalas pelukanku, mengusap air mata dan mengecup keningku.
“Jangan takut yah nak, Ibu selalu ada buat Dinda,” ujar Ibu“Iya Bu, dan Dinda juga akan selalu ada buat Ibu,” ujar ku.
Di malam hari, aku dan Ibu duduk di balkon menatap bulan dan bintang yang menghiasi langit begitu indah. Angin yang berhembus kencang dengan secangkir kopi hangat menikmati indahnya malam.Tiba-tiba datang seorang laki-laki berdiri memakai switer berwarna merah membawa sebuah lembaran surat dan memberikan kepada Ibu.
“Ini surat perceraian kita,” ujar Ayah.
“Iya,” jawab ibu yang begitu singkat.
Aku yang tadinya senang berbincang-bincang dengan Ibu, seketika langsung terpaku diam. Menatap kedua mata kelam sang ayah. Ibu mengambil surat, lalu menandatangani surat perceraian tersebut. Setelah itu Ayah pergi.
“Ibu sabar yah . Dibalik tragedi ini pasti ada hikmahnya, serahkan semua pada yang maha kuasa,” ujarku dengan senyuman tipis pada Ibu.
“Iya sayang,” ujar Ibu menatap ku dengan senyuman tak kalah lebar.
Saat itu aku masih belum mengerti, kenapa mereka bertengkar, yang kutahu mereka adalah orang tua yang saling mencintai. Kalau tidak, kenapa mereka menikah? pikirku.
Semakin lama, aku semakin menyadari, bahwa keretakan hubungan mereka berdua kerena kecemburuan Ayah kepada Ibu. Dibalik semua pertengkaran, aku ingin mereka berdamai dan saling mencintai lagi dan menyayangiku setulus hati.
Aku hanya ingin ketenangan dan kedamaian di dalam rumah. Tanpa ada keributan, aku masih berharap mereka saling cinta seperti sedia kala. Namun takdir berkata lain, Allah berkehendak diluar permintaanku. (*)
Nama : Amalia Septyani
Sekolah : SMAN 9 Makassar
Instagram :@kyutbet.ame