[Cerpen] Dear Athala

  • Bagikan
Photo source: Dok. Pribadi/Orie Priscylla

KEKER.FAJAR.CO.ID – Aku yakin kalian pernah mendengar kalimat, bahwa semua orang akan berubah seiring berjalannya waktu. Aku cuma pengen bilang, kalau kalian harus percaya kalimat itu. Cepat atau lambat, semua akan berubah, entah kapan, tapi kalian harus siap.

Empat tahun yang lalu dia datang di hidupku, bak malaikat utusan Tuhan, dia membuatku jatuh cinta dengan segala hal darinya. Dia mengajakku merancang masa depan bersama, di mana kita akan tinggal bersama, berlibur bersama, menghabiskan waktu bersama sebagai sepasang kekasih, bahkan bagaimana kita akan menghabiskan hari tua bersama. Kalau diingat ingat lucu juga, kita yang baru setahun bersama sudah berpikir untuk merancang hari tua bersama .


Tiga tahun yang lalu, aku pernah bertanya pada dia, “beberapa tahun ke depan, masih bisa gak kita kayak gini, ngabisin waktu berdua, saling perhatian dan memberi kabar.” Kala itu aku sedang menikmati senja di pinggir pantai.

Dia merangkulku dan berkata, “kamu yakin gak sama aku.”

Aku mengangguk.

“Aku gak bakal ninggalin kamu, aku janji, aku bakalan terus ada temanin kamu,” katanya.

Aku tersenyum mendengar kalimat itu sembari bersandar di bahunya, memejamkan mataku, dan membiarkan suasana senja menyelimuti diriku.


Dia tiba-tiba menelpon menyuruhku membuka pintu untuknya, padahal dia tidak mengatakan padaku sebelumnya kalau dia mau datang ke rumahku. “Mau martabak manis gak, buka pintu, aku ada di luar.”

Aku tidak heran, itu memang kebiasaan yang dimiliki Athala. Dengan gerakan cepat aku membukakan pintu untuknya. “Eh, Ratu baru bangun?”

Aku mengangguk mengiyakan.

“Ini makan, habisin yah, mau gemuk kan?” Dia menyodorkan sekotak martabak untukku.

“Suapin,” pintaku manja.

“Yaudah sini duduk,” katanya.

Akupun beranjak duduk di sebelahnya.Itu Athala, cowok dingin yang berhasil kutaklukkan, dia unik, dan aku menyayanginya.


Tok tok tokHari ini, pukul 12.00, ada seseorang mengetuk pintuku. Aku tidak berani membukanya, apalagi aku tinggal seorang diri. Lagian siapa juga yang bertamu jam segini. Namun suara ketokan itu tidak berhenti malah bertambah keras. Aku memberanikan diri membuka pintuku. Kosong. Tidak ada siapapun disitu, kecuali sebuah balon dengan secarik kertas yang diikat ditalinya.

Selamat bertambah setahun.” Aku terdiam membaca surat itu, singkat dan jelas.

Siapa yang berulang tahun?” Tanyaku dalam hati.

“Happy birthday Ratu,” dari balik pagar muncul Athala membawa sebuah kue dengan beberapa lilin di atasnya.

“Aku gak ulang tahun,” kataku bingung.

“Ratu, ini tanggal 12 Juni,” Athala tertawa.

“Eh iya yah,” aku tertawa kecil. “Yaudah tiup lilinnya, make a wish oke?,” pintanya.

Aku mengangguk.

“Semoga Atha dan Ratu sama sama terus,” doaku sebelum meniup lilin.

Atha hanya tersenyum melihat tingkahku. Itu adalah hal yang paling kusukai dari Atha. Dia punya berbagai cara untuk membahagiakanku. Aku bangga punya dia.


Taman spatodhea adalah tempatku menghabiskan weekend bersama dia, biasanya kami bermain ayunan, jalan jalan di sekeliling taman, atau sekedar duduk bercerita sambil menikmati es krim.

Langit biru seketika berubah warna menjadi abu abu lalu menurunkan ribuan tetesan air ke permukaan bumi. Athala mengambil jaketnya lalu menutup kepalaku dan membawaku masuk ke mobil. “Basah gak?” tanyanya.

Aku menggeleng. “Yaudah, Atha antar pulang yah.”.

  • Bagikan