“Tiaraaa, kamu dapet peringkat berapa?,” tanya Wulan.”Puji Tuhan, aku pertama, Lan,” jawabnya tersenyum.”Congratulation ya! Orang tua kamu mesti seneng nih sama kamu,” ucap Wulan sambil memeluk Tiara.Tiara hanya menjawab dengan senyuman.
Wulan pun tak kalah bahagianya, karena dia hanya satu angka di bawah Tiara. Namun satu hal yang sangat mengganjal perhatian Wulan hari itu.
“Nanti nge-Skype aja lah sama Tiara, sekalian ngobrol,” gumam Wulan dalam hati.
Sepulang sekolah, Wulan langsung terkapar di kasurnya yang empuk. Wulan membuka laptop, menuju Skype, mengetik nama Tiara dan menelponnya.
“Haloo Tiaraaa, gimana? Seneng gak mereka?,” tanya Wulan.”Seneng banget, Lan,” jawab Tiara.”Eh, udah dulu ya, Lan. Mama aku manggil,” ucap Tiara.
Tiara bukannya memutus telepon, namun sengaja membuka kamera laptopnya. Di sanalah Tiara di cambuk oleh ibunya sendiri karena nilainya tidak memuaskan ibunya. Kakaknya pun hanya bisa diam. Tiara tersenyum namun juga rasa sakit begitu tergambar di wajahnya. Ibunya tidak menginginkannya. Wulan tak kuasa menangis dan akhirnya memutus teleponnya.
Kejadian sehari itu membuat Wulan berpikir. Kita tidak pernah tahu apa yang orang perjuangkan. Berkata baiklah, bisa saja semangat hidupnya muncul karena perkataanmu yang singkat.
Wulan begitu paham apa yang temannya alami. Semua jalan Tiara untuk mengakhiri hidupnya batal.
“To the world you may be one person, but to one person you may be the world” (Taylor Hanson). (*)