[Cerpen] Tania Kekasihku

  • Bagikan

Semenjak malam itu, aku sering chat-an dengan Syina dan saling bercanda di kelas. Tak terasa kebersamaanku dengan Syina terasa menyenangkan dan akhirnya aku pacaran dengan dia.

Di suatu sore, Reza berkunjung ke rumah membawa kue buatan mamanya dan seketika itu dia menghampiriku di kamar yang mengerjakan tugas matematika Syina.

“Udah 4 bulan yah lo jalan bareng Syina,” sambil melihat tugas Syina yang ku kerjakan.

“Iya, lo sendiri gimana sama Tania, baik-baik aja kan,” balasku bernada agak kesal.

“Iya gua baik-baik aja sama dia, Tania fokus sama lomba karya tulisnya gua fokus sama pacar gue, Yana,” kata Reza sambil mengambil gitarku.

Aku kaget saat mendengar Reza pacaran dengan Yana anak ekskul dance, padahal kukira dia bareng Tania. Terlebih saat dia menjelaskan bahwa selama ini dia dan Tania hanya bersahabat, dan Tania selalu menanyakan kabar dan keseharianku pada Reza.

Malam, pukul 21.00, waktu di mana aku dan Tania biasa chat dulu kugunakan untuk membuka profil facebooknya kembali.

Tapi dalam kolom pencarian namanya sudah tidak ada.

“Za, Tania udah ngga pake facebook yah?” tanyaku di pm.

“Udah lama kali, dia hapus akun,” balas Reza.

Aku rindu dengan cerewetnya Tania dan kebiasaannya memukulku. Aku juga rindu dengan Panggilan Fan-nya padaku. Aku tak tahu harus bagaimana, semakin hari hubunganku dengan Syina juga mengalami kemunduran sampai akhirnya kami putus.

Seharusnya aku sadar dengan pm Tania yang kuabaikan saat itu, bahwa maksud teman itu adalah kekasih. Aku menyesal meski tahu bahwa dia menyukaiku, aku tidak peka, dan terlalu percaya gosip yang beredar tanpa menanyakannya langsung.

2 bulan setelah aku putus dengan Syina, kini aku kembali bisa melihat senyum manis dari Tania yang sempat menghilang tanpa jejak meski satu sekolah dengannya.

Jam Istirahat di halaman sekolah aku berpapasan dengan kekasih hatiku, Tania.

“Gimana karya tulisnya, juara?” tanyaku sambil mengahampiri.

“Juara 1 dong, dan lo harus traktir,” katanya riang.

Bel tanda masuk berbunyi.

Sesaat sebelum kembali ke kelas aku berbalik ke Tania.

“Tania, mau jadi temanku?” kata ku dari jauh tanpa bersuara.

Sambil berjalan aku melihatnya tersenyum, dan aku mengerti dia paham maksudku.

“iya, mau,” balasnya tanpa bersuara juga.

Detik itu aku merasa sangat bahagia akhirnya bisa kembali bersama Tania, kekasihku. Mulai saat itu pun aku belajar untuk selalu peka dengan segala yang dilakukan ataupun yang dikatakan Tania. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version