KEKER.FAJAR.CO.ID – Pukul 22.00, Mobil putih milik Genan melesat, membelah malam yang sunyi di Kota Bandung. Dengan rasa kantuk yang kian lama semakin mengerubungiku, Genan seketika memulai percakapan yang sungguh tidak membuatku nyaman.
“Udah aku bilang, aku ini gak mau nikah muda, Genan!”
Genan mengusap kasar wajahnya, terlihat sudah frustasi dengan perkataanku yang terkesan sangat memaksa. “Apanya yang muda sih, Lyn? Umur kamu dan aku udah cukup buat nikah, apa yang bikin kamu gak mau sih?”
“Nan, aku sama kamu udah pernah bahas ini ya. Kamu pun setuju sama alasan aku, sekarang kenapa kamu kayak nyudutin aku banget gini?” tanyaku marah kepada Genan.
Di hadapanku, aku tahu kalau Genan sedang menahan marah, jelas sekali. Sebenarnya, aku sangat takut dengan situasi seperti ini, aku takut orang tersabar yang pernah aku kenal ini sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya.
“Ya terus kapan, Lyn? Tahun kemarin aku bisa maklumin kalo umur kamu emang masih umur-umur semangat kerja. Tapi makin ke sini, kamu tau gak kalo diri kamu ini, susah fokus ke dua pekerjaan? Kamu gak bisa bagi waktu antara kerjaan kamu sama aku, Lyn. Terus aku harus nunggu sampai kapan?”
Aku mengalihkan tatapanku, entah ke mana saja yang penting aku tidak bertatapan dengan seorang Genandra Nathaniel. Sungguh, topik pembicaraan seperti ini benar-benar membuatku muak. Aku yakin Genan pun juga merasakan hal itu, apalagi, tekanan dari orang tuanya. Ah, aku terkesan sangat jahat kalau seperti ini.
“Gak tau.”
Genan menatapku tidak percaya, sepertinya dia sudah kelewat frustasi dengan sikapku. Kulihat ia tengah mengacak-acak rambutnya sendiri, kemudian bangkit dari sofa. “Are you being serious right now? Tell me that it was a joke, that’s not even funny lol. Setelah semua yang aku tanyain, kamu cuma jawab gitu doang? Bercanda banget ya kita ini buat kamu Lyn.”
“Ya terus aku harus apa? Aku gak mau, masih mau dipaksa?”
“Give me one reason why did you really want to chose that way.”
“Aku udah pernah bilang, gak usah pura-pura gak inget gitu.”
“Itu tahun lalu. Dan alasan itu udah gak berlaku buat sekarang, umur kita udah cukup, goals kamu udah terpenuhi semua bulan lalu, dan aku, udah ditanyain mulu kapan mau menikah. Bahkan sama keluarga kamu sendiri.”
Banyak sekali hal yang belum bisa aku perbaiki dan aku merasa kalau diriku yang seperti ini belum cocok untuk bersanding dengan Genan yang sangat sempurna. Ya, walaupun manusia tidak ada yang sempurna, akan tetapi di mataku Genan sudah cukup sempurna sebagai pria.
Berulang kali aku memaksa otakku berpikir, haruskah aku mengungkapkan alasan sebenarnya kepada Genan? Atau lebih baik tetap bungkam?
“Lyn? Answer me,” suara tegas milik Genan kembali mengintrupsi lamunanku.
“Gak ada, Nan. Aku cuma gak mau dan kalo kamu gak bisa terima, yaudah.”
Genan tersentak, aku pun sama. Aku tidak percaya kalau kalimat tidak menyenangkan seperti itu bisa keluar dari mulutku. Oh, kumohon, ada apa sih dengan diriku ini?
“Yaudah …? Do you want me to end up this? After almost 5 years we carrying each other?”
Enggak gitu, Nan.
Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang. Jujur, aku sangat tidak siap dengan hubungan yang harus berlanjut sampai ke jenjang tinggi seperti itu. Siap, akan tetapi tidak dalam waktu dekat. Sedangkan Genan, ia sangat ingin mempunyai status yang lebih daripada seorang ‘pacar laki-laki’. Aku tahu Genan mau menunggu sebentar lagi, tapi akibat perkataanku tadi, aku yakin ia semakin ragu denganku.
Ah, rasanya aku ingin menangis, sungguh.“Hey? Why are you keep –oh no, please no. Don’t cry Lyn oh my God.”
Terdengar kembali helaan napas dari Genan, “Lyn … nangis aja gapapa, tapi aku mau sambil ngomong, dengerin, ya?” aku mengangguk kecil setelah mendengar perkataan darinya.
“Lyn, kurang lebih 5 tahun, kita bareng. Susah seneng aku habisin sama kamu, kamu begitu juga, kan? Ya, intinya udah banyak banget hal yang kita laluin bareng-bareng. Udah banyak banget hal yang kamu tau tentang aku, begitu juga dengan aku.” Genan mengelus pelan rambut kepalaku, selagi melanjutkan pembicaraannya.