KEKER.FAJAR.CO.ID – Hari itu, sinar mentari terasa menusuk di kulit. Kayla baru saja pulang dari sekolahnya. Ia merasa hati dan pikirannya terus berputar-putar.
Saat seminar di sekolah tadi, ibu Guru menyampaikan bahwa setiap orang pasti mempunyai hal istimewa dalam dirinya, tetapi Kayla merasa tidak ada yang luar biasa pada dirinya. Ia merasa sangat bingung dengan dirinya sendiri, dan terus memikirkan perkataan gurunya.Dalam perjalanannya menuju ke rumah, ia berhenti di sebuah taman bermain. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di ayunan, sambil menikmati es krim kesukaannya.
“Hei, Kayla! Apa kabar? Tidak biasanya kamu seperti ini. Aku lihat wajahmu sedang memikirkan sesuatu,” sapa Robin, teman sekelasnya. Belum sempat Kayla menjawab, Robin mencerocos, “Ah, biar aku ramal. Kayla yang cantik bak bidadari kayangan ini pasti sedang bingung. Benar begitu, putri?” tanya Robin dengan ekspresi wajah penasaran. “Ih, gombal! Tapi, kamu memang ada benarnya, aku sedang bingung, Robin,” ucap Kayla selagi memakan gigitan terakhir es krimnya. “Wah, kalau begitu, kamu berada pada orang yang tepat. Silahkan ceritakan masalahmu, Kay. Aku akan membantumu dengan senang hati,” kata Robin sambil menyunggingkan senyum manisnya.
Kayla bercerita tentang ucapan Ibu Guru yang membuatnya merasa kehilangan kepercayaan diri. Ia bertanya tentang pendapat Robin, namun jawaban Robin malah tidak sesuai dengan harapannya. Robin setuju dengan pendapat Bu Guru bahwa setiap orang punya hal istimewa pada dirinya, ia berpikir Kayla mempunyai sebuah keistimewaan, hanya saja hal ini masih terpendam dalam diri Kayla. “Tidak membantu sama sekali, aku tetap tidak tahu apa keistimewaanku,” batin Kayla. Ia berpikir, wajar saja Robin berkata demikian, dia kan jago basket. Robin punya bakat istimewa yang dapat ia banggakan. Akhirnya, Kayla memutuskan untuk berjalan kembali ke rumah, dengan harapan ia bertemu dengan orang lain yang bisa membantunya.
Akhirnya, Kayla tiba di rumahnya. Perutnya sudah berteriak minta makan. Dengan cepat, ia lari ke ruang makan, namun matanya tak menangkap ada makanan di balik tudung saji. Kondisi perut yang menuntut justru membuat Kayla mendapatkan sebuah ide, “Ah, mungkin aku mempunyai bakat dalam hal memasak, masakanku akan sangat lezat!” Kayla berencana mencoba memasak ayam goreng bumbu kuning. Setelah hampir satu jam, apalah daya ia keluar dari dapur dengan piring kosong. Ayam yang tadinya ingin ia santap, sekarang berwarna hitam, bukan kuning seperti ekspektasinya. Bahkan, rasanya sangat pahit. Percobaan memasak Kayla gagal, masakannya gosong.
Menyerah dengan memasak, ia mencoba mengambil gitar ayahnya. Ia mencoba memetik gitar itu sesuai dengan ajaran ayahnya. Baru dua kalimat lirik ia nyanyikan, terdengar tangisan bayi dari lantai atas rumahnya. “Kaylaaa! Indah sekali suaramu itu hingga adikmu menangis mendengarnya! Lebih baik kau menyanyi di luar saja!” seru kakaknya. Wajar saja, kakaknya telah berusaha keras menidurkan adiknya, namun Kayla malah membangunkannya dengan nyanyian music rock yang menurutnya indah itu.
Kayla memutuskan untuk pergi ke sebuah sanggar tari yang berada di dekat sekolah. Banyak temannya berlatih menari setiap hari di sini. Ketika ingin melakukan gerakan yang sedikit lebih sulit, kaki Kayla terkilir dengan tidak sengaja. Ia berteriak kesakitan, dan membuat semua orang merasa panik. Akibatnya, teman-temannya batal berlatih menari karena harus mengantar Kayla ke dokter. Kayla merasa sangat bersalah pada semua temannya.
Ketika pulang dari dokter, Kayla memutuskan untuk mampir sebentar ke pasar. Ia ingin membeli beberapa helai kain dan mencoba belajar menjahit. Ia berpikir mungkin menjahit adalah bakatnya. Sesampainya di pasar, tiba-tiba datanglah beberapa bawahan raja. Mereka menyampaikan pengumuman tentang adanya bencana kekeringan di negeri seberang, pemerintah harus membantu demi terjalinnya hubungan saudara antarnegara tetap terjalin. Namun, dana pemerintah sedang minim. Kedatangan mereka ke pasar bermaksud untuk meminjam uang sementara waktu, dan akan dikembalikan apabila dana pemerintah sudah mencukupi.
Kayla bersedia meminjamkan uangnya, Ia masuk ke dalam tenda pengumpulan dana, dan memasukkan seluruh uang yang dapat ia rogoh dari kantongnya di sebuah kotak raksasa. Oleh karena itu, ia tidak jadi membeli kain, seluruh uangnya ia pinjamkan. Ia berpikir, “Mungkin keistimewaanku disini ya? Aku rela mengorbankan sesuatu untuk orang lain,” batinnya. Ketika ia keluar dari tenda, ia merasa bahwa pikirannya salah. Banyak orang mengantri untuk meminjamkan uangnya, berarti hal itu bukan keistimewaan dirinya. Ia berjalan pulang dengan tangan kosong, pikirannya terasa sangat kacau menyadari bahwa ia belum menemukan bakatnya.