KEKER.FAJAR.CO.ID – Jam dinding menunjukkan pukul 5 sore. Tak terasa sudah dua jam kami berkutat dengan buku pelajaran untuk persiapan lomba yang akan datang.
“Udah jam segini. Aku mau pulang, deh,” kataku sembari bangkit dari posisi semula.“Aku juga,” timpal Chici, lalu menutup buku cetak yang ada di depannya.Mendengar hal itu, Niswah pun mulai merapikan barang-barang di sekitarnya. Lalu kami bejalan menuju ruang tamu.“Kami pamit, ya,” aku dan Chici kompak melambaikan tangan ke arah Niswah.“Dadaaah,” Niswah membalas sambil tersenyum.Aku dan Chici mulai melangkahkan kaki, bersamaan dengan tertutupnya pintu rumah Niswah secara perlahan. Tapi tak lama kemudian, terdengar seruan lantang.“DIAN! CHICI!”Kami menoleh ke belakang. Terlihat Niswah berlari mengikuti kami yang sudah berada sekitar 15 meter dari rumahnya.“Eh, kenapa?” Tanyaku.“Ini ada oleh-oleh dari rumahku,” kata Niswah sambil menyodorkan dua botol minuman.“Ooh iya, makasiiih,” sahut Chici diikuti oleh pengulangan kata yang sama olehku.Niswah tersenyum, lalu berjalan kembali ke rumahnya. Kami berdua pun melanjutkan perjalanan kami yang sempat terhenti.
“Kita duduk di situ sebentar, yuk,” ajakku kepada Chici.Saat ini tubuhku cukup penat dan kepalaku terasa berat. Aku membutuhkan asupan tambahan setelah makan siang tadi. Chici pun menyetujui ajakanku. Kami akhirnya berhenti sejenak di kursi taman yang kami temui saat ini.Chici mulai mengambil botol minuman yang tadi diberikan oleh Niswah. Di dalamnya tampak minuman segar yang sepertinya tidak asing lagi bagi kita. Dari warnanya, mungkin ini adalah teh manis dingin yang menjadi favoritku.“Minum, ah!”Mendengar itu, aku pun ikut mengambil minuman milikku dengan cepat. Glukk! Chici menoleh ke arahku dengan ekspresi campur aduk.“ASIIIIN!” Pekik Chici yang mewakili isi hatiku saat ini.Segera, kuambil air mineral dari dalam tas untuk menetralkan lidahku.“Niswah kok gitu sih!” Aku melipat kedua tangan.“Iya! Apa jangan-jangan dia sengaja kasih garam di es teh kita supaya kita gak datang lagi ke rumahnya.”“Padahal kan, lomba tinggal sepekan lagi.”
Waktu demi waktu berlalu, dan tibalah hari Sabtu, hari kedua belajar bersama yang sebelumnya sudah direncanakan. Namun, aku dan Chici mengurungkan niat tersebut. Kami lebih memilih belajar di rumah Chici. Niswah juga tidak bertanya maupun memberi kabar apa pun. Hal itu menjadi bukti kuat dugaanku dan Chici kemarin.“Eh! Bukuku ketinggalan di rumah Niswah! Bagaimana, dong?” Aku menepuk perlahan dahiku.“Kita ke rumah Niswah aja, deh. Kalau dipikir-pikir, kejadian waktu itu mungkin gak disengaja. Dia juga kan bagian dari kelompok kita. Masa iya dia gak mau belajar sama-sama. Nanti kesannya kita yang egois,” sahut Chici panjang lebar.“Oke kalau gitu.”
“Waalaikumussalam. Akhirnya kalian datang juga,” Niswah menyambut kami dengan senyuman lebar.Aku dan Chici saling bertatapan, dengan ekspresi keheranan.“Tadi malam hp-ku rusak, dan aku gak hafal nomor kalian. Maaf ya,” lanjutnya.“I…iya gak apa-apa. Kami juga minta maaf datang telat,” ucapku.“Buku kamu ada di kamar belakang. Aku ambilkan, ya. Kalian ke kamarku aja dulu.”“Aku ikut, deh,” Chici berlari mendekati Niswah, lalu berjalan pelan di belakangnya. Aku pun berjalan di sebelah Chici.“Niswah kayaknya memang gak sengaja, deh. Buktinya dia baik banget,” bisik Chici kepadaku sambil menundukkan kepalanya, tanda menyesal.Aku mengangguk pelan dengan ekspresi sedih. Niswah berjalan di depan kami lalu masuk ke ruangan yang ia maksud untuk mengambil buku milikku.Sejenak Chici menghentikan langkahnya lalu menoleh ke kanan.“Pemandangannya cantik banget!” seru ChiciMemang betul apa yang ia katakan. Tampak sebuah halaman kecil yang asri, ditumbuhi dengan beberapa pohon dan tanaman. Juga, terdapat kolam ikan dan kura-kura. Aku hanya berdiam di tempat sambil mengamati sekeliling taman. Sementara itu, Chici berlari menuju kolam ikan.
“Neng… Neng,” suara samar-samar terdengar dari belakang.“Neng,” suara itu terdengar semakin jelas.Segera aku menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita lanjut usia sedang berdiri.“Eh, kirain Niswah. Gak apa-apa. Sini, nenek sudah buatkan minuman,” wanita yang ternyata adalah nenek Niswah, menepuk perlahan pundakku.“Ajak juga temanmu yang itu,” tangannya menunjuk ke arah Chici yang masih asyik bermain bersama ikan. Semoga saja ikannya masih sehat-sehat.“Chi!” Aku memanggilnya dengan suara pelan, sambil menggerakkan tanganku. Chici yang awalnya kebingungan, akhirnya mengikutiku dan nenek.“Duduk di sini,” nenek mempersilahkan kami untuk duduk di kursi meja makan.“Ini tadi nenek buat teh hijau pakai madu. Banyak manfaatnya lho. Bagus buat kalian,” nenek menuang teh dari dalam teko ke dua buah gelas yang berada di depanku dan Chici.“Makasih, nek,”Kami mulai menyeruput teh tersebut perlahan-lahan. Rasanya memang enak.“Kalau yang kemarin hanya teh biasa, yang ini luar biasa, hehe,” senyuman manis masih terukir di wajah nenek, membuatnya terlihat sangat ceria.Aku dan Chici pun ikut tersenyum.