Yuk Baca Cerpen Islami Berjudul “Pejuang Asing”

  • Bagikan

Pejuang asing

Ritme kakiku kian cepat mengikuti sosok cahaya putih yang seolah menyihirku. Tak sadar diriku kian jauh dari keramaian, terpampang jelas di hadapanku jalanan kosong melompong, hampa. Lampu jalanan seakan mengawasi langkahku.

Hingga tiba di persimpangan jalan, kulihat sosok itu melesat ke arah kiri. Bagai labirin, jalanan yang kulalui, berkelok-kelok dihimpit tembok tinggi yang setia mengiringi. Sosok itu perlahan menghilang termakan angin. Berganti lorong buntu dengan cahaya menyorot ke sebuah lukisan kanvas. Perlahan kudekati dengan sorot mata yang berusaha menajamkan penglihatan akibat pencahayaan yang minim.

Tampak pada lukisan itu seorang gadis berdiri di sebuah bongkahan batu besar. Ia dilempari batu dan sampah, hijab yang melekat pada tubuhnya seolah tak berbentuk lagi disebabkan penuh kotoran dan darah. Ku lihat gadis itu melindungi sesosok cahaya putih, sebuah buku bersampul biru dan selembar kain bendera hitam tulisan putih di genggamannya dengan tubuh yang ia jadikan sebagai tameng.

Kuperhatikan orang-orang di sekitar gadis itu seolah termakan api amarah, nampak jelas guratan kebencian dan ketidakterimaan. Mereka terdiri dari orang tua sampai orang muda. Ada sepasang kekasih, perempuan dan lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah, namun perut sang perempuan membuncit dengan nanah mengucur deras dari area selangkangannya. Sepasang lelaki, terlihat sedang berusaha melepaskan diri dari bokong pasangannya. Seorang pria yang dirantai bersama seorang wanita, sedang tak ada sehelai kain pun yang melekat pada tubuh mereka, juga terdapat seorang bayi laki-laki yang badannya dipenuhi dengan semut merah sedang memeluk erat kaki mulus wanita itu. Terlihat juga sekelompok ibu ibu dengan mulut terbuka lebar, lidahnya terpotong namun dengan lahap memakan bangkai tangan manusia di genggamannya. Sungguh sangat miris….

Apa ada yang salah dengan gadis itu? Mengapa ia terlihat sangat dibenci orang-orang?, Apa karena pakaian dan juga apa yang ia bawa? Dia terlihat asing dengan semua itu jika disandingkan dengan orang-orang di sekitarnya. Segelintir pertanyaan melintas di benakku.

Semakin aku mendekat semakin jelas pula wajah dari gadis itu. Tunggu, Itukan aku!.

Seketika muncul cahaya terang yang berasal dari lukisan di hadapanku. Saat menyadari hal itu, jiwaku ikut tertarik masuk kedalam lukisan, menyisakan raga yang seolah-olah sedang tertidur.

Bagai dejavu, kurasakan sekujur tubuhku teramat perih akibat luka dari insiden tadi. Hampir saja menyerah, aku berbalik dan kemudian berlindung di sebuah bongkahan batu besar. Dengan napas tersengal-sengal juga sekujur tubuh bergemetar. Pikiranku kacau, tak tahu apa lagi yang akan kuperbuat.

“Psstt!”

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri ketika mendengar suara bisikan halus menggerayangi telinga kananku. Kemudian terkejut saat melihat sesosok kecil dengan kulit putih sedikit pucat tepat di hadapanku. Dengan tudung lusuh menutupi setengah wajahnya, nampak bibir kecil nan ranum miliknya menyeringai lalu tersenyum remeh ke arahku.

“Apa kau akan menyerah setelah semuanya terjadi? Pengecut!” Sarkas sosok itu. “Siapa yang kau katakan pengecut? Aku hanya beristirahat sejenak,” kilahku.

“Kau tidak ingin disangka pengecut? Bangkitlah! Berdiri di hadapan orang-orang, kemudian serukan kepada mereka tentang apa yang kau bawa ialah kebenaran. Jika kau seorang pejuang, maka berjuanglah untuk apa yang pantas diperjuangkan,” ujarnya.

Perkataannya seolah menjadi api pemantik yang membuat semangatku kian berkobar. Kuhiraukan tubuhku yang merengek minta diistirahatkan. Tak memedulikan rasa lelah dan sakit. Semuanya kalah telak dengan tekad yang sudah bulat.

Memijakkan kembali kakiku ke tanah lantas bangkit menemui orang-orang yang masih ramai karena mencari orang yang sudah menentang apa yang mereka perbuat dan membawa hal yang sangat asing bagi mereka.

  • Bagikan