Cerpen First Love Nothing Works but Becomes the History of Love

  • Bagikan

Selamat pagi nona yang senyumnya sudah menjadi candu bagi saya! Saya simpan surat ini di kotak surat depan rumah mu, karena pagi ini saya harus menemui ibu saya.Aletta, selamat hari Sabtu sekaligus minggu ke enam pertemuan kita!Bagaimana jika kita merayakannya dengan melihat sunset sambil makan es cream vanilla kesukaanmu? Jawabannya hanya boleh, setuju, dan sangat setuju.Jam 4 sore, saya jemput, ya nona!Dengan rindu ingin bertemu, Arka.

“Kamu senang hari ini, Aletta?” Arka bertanya setelah memakan es cream-nya. Yang ditanya hanya tersenyum malu dan mengangguk pelan. Arka ikut tersenyum ketika melihat lengkung manis di bibir itu.
 ”Cantik.” ucapnya lagi.
 Yang dipuji sekarang menunduk malu, berusaha menutupi wajahnya yang kembali memerah akibat Arka yang selalu terang-terangan memujinya secara langsung dan tiba-tiba. ”Aletta, saya belikan gelang untuk kamu, saya melihatnya saat saya mencari hadiah untuk ibu saya kemarin, saat melihat gelangnya, saya teringat olehmu, modelnya terlihat bagus untuk ada di tangan kamu. Saya beli dua, untuk kamu dan saya. Katanya perempuan suka barang yang sepasang kan?” Arka mengeluarkan sepasang gelang dari kantong jaketnya.
 ”Arka, ini indah sekali.”
 ”Kamu suka?” tanya Arka
 ”Suka banget!”
 ”Saya pakaikan mau?”
 ”Mau!” Arka memakaikan gelang tersebut di tangan Aletta, terlihat sangat pas dan Indah melingkar di sana.
 ”Arka, makasih ya. Aku suka, dan aku bakal jaga baik-baik.”
 “Aletta, harusnya saya yang berterimakasih karena kamu mau menerima pemberian saya. Makasih ya, sudah menjadi perempuan cantik dan sangat baik.”
 ”Kalau saya peluk, boleh?”  Arka meminta izin. Alettta kembali mengangguk pertanda memberi izin untuk permintaan Arka. Detik selanjutnya, Arka membawa Aletta ke dalam pelukannya. Ia membelai lembut rambut Aletta dan membisikkan, ”Terimakasih sudah hadir di hidup saya.” setelah matahari mulai tenggelam, dan tergantikan oleh bulan. mereka berdua memutuskan untuk pulang.

Sudah lebih dari seminggu berlalu, tidak ada lagi surat atau kabar darinya, terakhir kali dia mengirimiku surat, mengatakan kalau dia sedang berduka, ibunya meninggal dunia, dan berkata akan menemuiku setelah ibunya dikebumikan. Ingin sekali rasanya saya menyusul dan memeluknya, namun dia tidak pernah bilang dimana ia tinggal. Setelah surat terakhir itu, saya tidak pernah lagi mendapatkan surat darinya. Saya mencoba mencari di tempat di mana kita sering bertemu, dan bertanya-tanya ke orang siapa tahu ada yang mengenalnya. Namun semua itu sia sia, laki-laki yang selalu membuatku tersenyum kini telah menghilang bagai di telan bumi. Dia menghilang entah kemana, tak ada ucapan perpisahan apalagi pelukan perpisahan. Dan seperti itulah dia pergi. Pergi tanpa sapa, sedangkan dia dulu datang tanpa ku sapa. Ia tak pernah Kembali, ia benar benar lenyap seperti telah mati.Benar, tak ada yang bisa di percaya dari sebuah janji. (*)

Cerpen by Arini

  • Bagikan