Mereka cenderung akan dianggap oleh orang lain sebagai anak sekolah yang gaul jika ke tempat kekinian. Anak-anak yang datang ke tempat kekinian dianggap mengaktualisasi diri, ingin dapat pengakuan dari orang lain untuk hal viral atau terkenal dan sebagai ajang ekspresif dengan memperlihatkan tempat kekinian yang didatangi. Tempat kekinian lebih menarik, lebih nyaman sebagai tempat nongkrong dari pada tempat-tempat bersejarah.
“Upaya sekolah untuk mengenalkan sejarah dan budaya kepada siswa yaitu dengan melaksanakan kegiatan seperti pekan budaya nusantara, selama sepekan siswa belajar tentang sejarah nusantara, memakai pakaian adat, memperkenalkan dan mengonsumsi makanan tradisional, melakukan kegiatan pembelajaran di luar sekolah, ke tempat bersejarah, melaksanakan projek pembelajaran terkait budaya dan sejarah Indonesia dan melaksanakan kegiatan pementasan drama dengan cerita-cerita rakyat,” jelas Ana.
Zakiyah Assegaf, S IP M Si sekalu Kepala UPT Museum dan Taman Budaya, Dinas Kebudayaan & Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan turut berkomentar bahwa di era digitalisasi saat ini kaum milenial ini lebih banyak mengunjungi tempat-tempat yang kekinian dibandingkan mengunjungi museum, yang notabene di benak mereka adalah museum merupakan tempat yang horor, atau tempat barang-barang kuno yang tidak penting. Padahal di museum kita bisa banyak belajar tentang sejarah dan budaya yang tentunya sangat menarik sekali apabila di pelajari kembali. “Salah satu yang membuat anak jaman sekarang kurang menyukai sejarah, karena sekarang era digitalisasi yang semuanya lebih tertarik dengan sosial media, Dimana dalam Sosmed mereka merasa bisa mengekspresikan diri mereka dan ditambah lagi kurangnya perhatian dari sekolah untuk mengajak anak-anak lebih mengenal sejarah,” tutur Zakiyah.
Nah SoKeR, kan seru tuh menjadi remaja yang milenial namun tetap paham akan sejarah. Kalian juga akan lebih keren dan berkualitas apa bila selalu berkunjung dan tidak haus akan sejarah. (*)
