Swastamita, Cerpen Tentang Asmat, Rasa Malas dan Jemurannya

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Angin bertiup, perlahan kumerebah. Memanjakan tubuhku ke tempat favoritku. Dingin kali ini mengundang banyak kemalasan. Dingin yang tak seperti sebelumya, kali ini lebih tinggi tingkat suhunya. Sepertinya tak lama lagi hujan akan turun. Benar saja, angin itu tambah kuat tiupannya. Semua itu aku hiraukan, tak perlu kupedulikan. Ini saatnya aku menikmatinya. Kesempatan libur harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Jarang sekali ada waktu bersantai dan merasakan nikmatnya tidur pagi di asrama dengan suasana yang seperti ini. Selimut kukenakan, guling ku peluk dan mata kupejamkan.

Achmad Faudzan, temanku kerap memanggilku dengan sebutan “ Asmat “ tak tahu dari mana asal mulanya. Tapi sungguh ini sangat freak kedengarannya. Hari-hariku tak jauh dari asrama sebab aku hidup di Asrama. Aku bersekolah di boarding school atau sekolah dengan sistem berasrama.

Hujan yang awalnya hanya rintik-rintik, kini berubah menjadi sangat deras. Aku terbangun dari tidurku. Aku tiba-tiba terpikir dengan pakaianku di jemuran dari beberapa hari yang lalu. Pasti sudah sangat kering. Aku takut pakaianku diambil untuk dilelang.

Hal semacam inilah yang sangat aku takutkan. Sebab jikalau hal itu terjadi maka pembina asrama akan melakukan lelang pakaian. Lelang pakaian yang dimaksud disini bukanlah lelang yang berbayar. Pembina asrama akan mengambil semua pakaian di jemuran yang sudah kering maupun yang sudah berjatuhan lalu kemudian ia mengumpulkan semua siswa dan menanyakan siapa pemilik dari pakaian tersebut dan jika pemiliknya tidak diketahui atau bisa saja pemiliknya tidak ikut kumpul dan siswa yang lain pun tak tahu siapa pemilik baju tersebut maka akan disumbangkan dan dibagikan keluar untuk orang yang lebih membutuhkan.

09.30, kini sudah agak siang. Aku masih terlelap tidur. Temanku berusaha membangunkanku. Mereka hendak mengajakku pergi mencuci pakaian. Namun aku tak terbangun. Tidurku sudah sangat lelap. Mereka berteriak dan menggoyangkan badanku namun aku tak merasakan apa apa. Aku menyadarinya, tapi sepertinya aku mengira bahwa sedang bermimpi. Jadi aku menghiraukannya.

“ Asmat, Asmat…. nda mauko pergi mencuci ? “ Fatih membangunkanku. Dia adalah teman sekelas sekaligus teman satu lorongku di Asrama.

“ Hei bangun… bangun… berhentimi hujan, bagus mencuci sekarang, takkala sedikitji orang mencuci di depan “ Rayhan berusaha membantu Fatih untuk membangunkanku, namun aku tetap terjaga.

Di antara sadar dan tidak sadar aku dengar jelas percakapan mereka, namun aku malas memberi respon.

“ Duluan maki kek nya Rayhan nda bisa bangun ini anak. “

“ Iya, padahal dia yang ngajak kemarin. “

“ Biarmi mencuci sendiri, duluan maki kita. “

“ Apa dibilang nanti kalau bangunmi ? “

“ Bilang saja nda bisa bangun pas dikasi bangun. “

“ Okemi pale, gass… “

“ Ok. “

Mereka berdua pergi mencuci, sementara aku masih tertidur lelap. Sebenarnya aku memang tak ada niat mencuci hari ini. Aku mau full istirahat hari ini. Lagi pula masih ada waktu siang nanti. Jika malas, kan besok hari ahad. Masih ada hari esok. Hari ini waktunya istirahat dan membuang semua beban pikiran dari sepekan yang lalu.

HUA……. AH……. HMMMM….. Aku terbangun dari tidurku. Sembari memperbaiki perasaan, aku mengarah ke jam dinding. Aku sangat terkejut melihatnya. 11.30. Benar sekali. Hampir saja aku terlambat. Setengah jam lagi waktu berangkat ke Masjid untuk shalat dzuhur. Ternyata tidur terlalu lama tak baik juga yah. Badanku terasa pegal, kepalaku pusing, dan leherku sedikit kaku saat digerak gerakkan ke kiri dan kanan.

Aku bergegas menuju kamar mandi, mengambil ember serta peralatan mandi lainnya untuk antre mandi. Sepertinya ini sangat telat untuk antre. Aku kebingungan mau antre dimana. Kamar mandi semuanya ramai dan dipenuhi antrean. Sementara itu, aku melihat temanku, Rayhan sedang jongkok depan pintu kamar mandi menunggu gilirannya untuk mandi. Aku hendak menyapanya, sekaligus meminta maaf karena tak jadi menemaninya mencuci.

“ Oi,….”.

“ Oi, inimi ini, mau katanya mencuci,” sindir Rayhan.

“ Ketiduranka, kau nda mukasi bangunka. “

“ Darika tadi kasi bangunko sama Fatih, tapi nda mauko bangun-bangun “

“ Hahaha, lelap sekali tidurku, enak. “

“ Tidur kek orang mati saja. “

“ Sorry sorry, besok pi mencuciki atau nanti sudah dzuhur. “

“ Sorry mami ini, dari maka tadi sama Fatih mencuci. “

“ Deh, begitu mi kah. “

“ Salah sendiri pergi tidur, susah lagi dikasi bangun. “

“ Hmmm. “

“ Nda ko lihat tadi Kak Dimas di jemuran marah marah? “

“ Kenapa bisa? “

“ Iya marahki, sampe na lempar embernya karena nda ada tempatnya menjemur baru anak-anak tidak ada ambil bajunya padahal keringmi. “

“ Deh, masa gara-gara begitu langsung lempar ember. “

“ Iya, melapor ki di Ustadz jadi tadi dikumpulkanki karena mau lagi lelang pakaian gara gara nda ada ambil jemurannya. “

“ Matemi banyak bajuku. “

  • Bagikan