Cuci Darah Bukan Lagi Masalah Lansia: Fenomena Cuci Darah di Era Minuman Kekinian

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – Selama ini, cuci darah identik dengan lansia. Namun kini, ancaman gagal ginjal justru mulai mengintai anak-anak akibat pola konsumsi yang buruk.

Bagi sebagian besar orang, mendengar istilah hemodialisis mungkin terasa kurang familiar dan terdengar seperti istilah medis yang rumit. Namun, jika kita menggantinya dengan istilah yang lebih sederhana, yaitu cuci darah, banyak orang akan langsung mengenali dan tidak lagi asing dengan istilah tersebut.

Bahkan tak jarang, tindakan ini langsung dikaitkan dengan kondisi kesehatan yang sangat serius. Meskipun sebenarnya cuci darah adalah salah satu bentuk perawatan medis penting bagi penderita gagal ginjal, banyak orang masih menganggap prosedur ini sebagai tindakan medis yang menakutkan dan penuh risiko.

Hemodialisis, atau cuci darah, adalah prosedur medis yang digunakan untuk menyaring darah dan mengeluarkan racun, kelebihan garam, serta cairan yang menumpuk di dalam tubuh, sebagaimana fungsi ginjal yang sehat. Prosedur ini dilakukan ketika ginjal tidak lagi berfungsi dengan baik, seperti pada penderita gagal ginjal. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak dapat menyaring limbah atau cairan berlebih dari darah, yang dapat menyebabkan penumpukan racun dalam tubuh.

Hemodialisis bekerja dengan cara mengalirkan darah pasien melalui mesin dialisis, di mana darah akan disaring melalui membran khusus untuk mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan, lalu darah yang sudah bersih akan dikembalikan ke dalam tubuh.

Sering kali, banyak orang beranggapan bahwa tindakan cuci darah hanya dilakukan oleh lansia, dengan asumsi bahwa kondisi tubuh yang tidak prima menjadi penyebab utama gagal ginjal. Pandangan ini menciptakan stigma yang mengaitkan prosedur cuci darah dengan usia lanjut, padahal kenyataannya gagal ginjal dapat dialami oleh siapa saja, tanpa memandang usia.

Namun, sadarkah kita bahwa fenomena cuci darah kini berkembang menjadi tren berbahaya yang semakin meresahkan di kalangan anak-anak dan remaja? Di usia yang masih terbilang dini, mereka kini menjadi sasaran empuk dari fenomena ini. Mengapa anak-anak saat ini banyak menjalani prosedur cuci darah? Sebenarnya, apa yang salah?

Gangguan ginjal pada anak usia dini ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Akses yang terbuka terhadap minuman kekinian, junk food tinggi garam dan MSG, serta kurangnya kesadaran untuk rutin minum air putih menjadi pemicu munculnya fenomena cuci darah di kalangan anak-anak. Dalam situasi seperti ini, hendaknya kita segera mengambil langkah preventif untuk mencegah tren cuci darah di kalangan anak-anak semakin meluas.

dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), menyatakan bahwa remaja berusia 12 hingga 18 tahun rentan terhadap gangguan fungsi ginjal. Pernyataan ini merujuk pada temuan dari survei yang dilakukan oleh IDAI.

“Satu dari lima anak remaja itu dicek urinenya, ternyata terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi ada darah dan protein dalam urine. Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memerhatikan,” kata dr. Pimprim.

Orang tua memiliki peran penting dalam mengawasi serta mengontrol pola konsumsi anak-anak di rumah. Orang tua perlu membiasakan anak mengonsumsi air putih minimal delapan gelas per hari, serta membatasi konsumsi minuman manis, junk food, dan makanan instan yang tinggi garam dan MSG.

Di sisi lain, peningkatan edukasi sejak dini tentang pentingnya menjaga kesehatan ginjal juga sangat diperlukan. Anak-anak perlu diberikan pemahaman mengenai peran vital ginjal dalam tubuh serta dampak buruk yang bisa terjadi apabila organ ini rusak akibat pola hidup yang tidak sehat.

Edukasi ini bisa dilakukan secara bertahap dengan pendekatan lebih santai dan interaktif di lingkungan keluarga dengan membiasakan pola makan sehat dan cukup minum air putih, serta di sekolah melalui program-program kesehatan. Selain itu, pemanfaatan media sosial yang saat ini dekat dengan anak-anak juga dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan informasi tentang pentingnya menjaga kesehatan ginjal sejak usia dini.

Dengan langkah-langkah sederhana namun konsisten ini, diharapkan tren cuci darah di usia anak-anak bisa ditekan, dan generasi muda dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih peduli terhadap kesehatan sejak dini. Hal ini dapat menjadi investasi besar untuk menjaga ginjal tetap sehat hingga dewasa nanti.

“Karena kesehatan anak-anak hari ini, adalah fondasi generasi kuat di masa depan. Mari kita jaga ginjal mereka, sebelum mesin dialisis yang mengambil alih tugasnya.”

Penulis : Erina Widiyanti Azis

  • Bagikan

Exit mobile version