KEKER.FAJAR.CO.ID – Di tengah kalender yang penuh coretan, to-do list yang tak kunjung habis, dan target yang terus diperbarui, ada satu hal yang perlahan menghilang dari hidup kita: waktu kosong. Waktu tanpa rencana. Tanpa tujuan. Tanpa tuntutan. Dan justru karena terlalu biasa, ia sering dianggap tak penting. Padahal, bisa jadi di situlah kita benar-benar hidup.
Kita dibesarkan dalam budaya yang memuja kesibukan. Diam berarti malas. Santai berarti tak produktif. Istirahat berarti “nanti saja kalau sudah selesai.” Tapi kapan sebenarnya kita benar-benar selesai?
Waktu kosong bukan tentang membuang waktu. Ia adalah ruang mental di mana ide baru muncul, emosi sempat bernapas, dan jiwa kembali terhubung dengan tubuh. Seperti tanah yang harus dibiarkan diam sebelum ditanami lagi, manusia pun butuh jeda untuk tetap hidup utuh.
Namun zaman sekarang mempersulit hal itu. Bahkan momen-momen kecil seperti menunggu di halte atau antre di kasir, langsung kita isi dengan scroll TikTok atau buka email. Kita tak lagi tahu rasanya menunggu tanpa distraksi.
Apa jadinya hidup tanpa waktu kosong?
Ide tak sempat tumbuh. Emosi tak sempat diproses. Dan kita pun berjalan terus… tanpa pernah benar-benar hadir.
Cara mengembalikan waktu kosong bukan dengan memblokir hari libur seharian penuh. Tapi dari hal kecil dan konkret:
Berani Tidak Melakukan Apa-Apa: Duduk diam. Tatap langit. Dengarkan suara di sekitar. Rasakan napas.
Hapus Satu Agenda Kecil: Karena kamu tak harus selalu ada di mana-mana.
Jangan Langsung Ambil Ponsel Saat Bosan: Biarkan pikiran berjalan ke mana saja tanpa peta.
Waktu kosong bukan kekosongan. Ia adalah ruang paling jujur yang bisa kita ciptakan di luar target, performa, dan pencitraan. Dan mungkin, justru di situlah kita bisa benar-benar merasa: hidup.
Jadi, apakah waktu kosong itu sia-sia? Tidak. Ia adalah bentuk perawatan jiwa yang tak terlihat, tapi sangat menentukan arah hidup kita.
Fitrah