[Cerpen] Teruntuk Paling yang Tidak Menjadi Saling

  • Bagikan
Dok. Pribadi/Ririn Anugrah Wahyuli

KEKER.FAJAR.CO.ID – Pagi yang cerah. Embusan angin yang sejuk dan segar. Langit menampakkan warna paling indahnya. Diselimuti awan bersama kebahagiaannya. Seolah hari ini terlalu indah untuk berlalu.

Seorang gadis berseragam sekolah berjalan di bawah cerahnya matahari dan langit yang selaras dengan suasana hatinya.

Dinda Lestari Indah. Untuk gadis seusianya, Dinda cukup sempurna sebagai perempuan. Paras cantik dan manis dengan rambut panjangnya. Hobinya memotret, dan memiliki banyak koleksi foto alam. Dia adalah anak semata wayang dari keluarga yang dianggap sempurna.

Ayahnya seorang pengusaha. Tetapi tidak suka dengan kemewahan. Sedangkan ibunya seorang bidan yang senantiasa membantu orang yang membutuhkan bantuannya. Dinda dan keluarganya hidup dengan bahagia, walau terkadang orang tuanya sibuk dengan urusannya masing-masing.


Masa SMA adalah masa yang ditunggu-tunggu. Karena dianggap masa yang paling banyak mengukir kenangan dalam hidup.

Hari ini adalah hari pertama Dinda memasuki bangku SMA. Ia berjalan memasuki kelasnya dan duduk paling depan.

“Hai… perkenalkan nama saya Lintang Putri. Bisa dipanggil Lintang aja,” kata perempuan yang duduk disamping Dinda.

“Halo, aku Dinda Lestari Indah. Panggil saja Dinda,” senyum Dinda.

Mereka ternyata punya banyak kesamaan. Langsung saja mereka menjadi sahabat.

“Da, kamu pulang sama siapa?,” tanya Lintang.

“Biasa pulang naik angkutan umum,” jawab Dinda.

“Ya sudah aku duluan. Soalnya udah dijemput, sampai jumpa Dinda,” teriak Lintang dari dalam mobil.

“Iya, hati-hati di jalan Lintang,” kata dinda.

Dinda tidak suka jika harus diantar jemput. Dia lebih suka naik angkutan umum karena lebih dapat berinteraksi dengan orang-orang sekitar.


Hari-hari yang Dinda lewati cukup baik dan lancar, apalagi ada Lintang yang setia dan selalu ada.

Mereka sekarang menjalani hari-harinya dengan ceria dan diwarnai dengan senyum. Hingga suatu waktu Dinda dan Lintang masuk ekskul fotografi.

“Da, gambar ini keren. Bagus sekali,” kata Lintang yang sedang terpesona melihat salah satu gambar yang ditempel di ruang ekskul itu.

“Iya nih Tang, gambarnya bagus. Pasti ini hasil pemotret yang profesional,” puji Dinda.

Tidak sengaja, mereka bertemu Gibran Dias di ruang ekskul fotografi. Ia adalah senior kelas XI dan sudah lama bergabung di ekskul tersebut.

“Kalian ngapain di sini?,” tanya Gibran pada Dinda dan Lintang.

Mereka terkejut dan memandangi Gibran tanpa mata berkedip.

  • Bagikan

Exit mobile version