Baca Cerpen Untuk Hidup, Dua Remaja Mempertanyakan Arti Kehidupan

  • Bagikan

“Tapi kamu sadar enggak? Apa yang aku lakuin itu adalah hal bodoh. Kenapa aku mau mati sedangkan aku tahu kalau tanpa diminta pun aku sebentar lagi akan mati?” Ucapannya membuat aku menggenggam tanganku sendiri.

Dia mengelus bekas luka di kedua tangannya itu. “Aku lukain diri aku karena ngerasa enggak berdaya. Karena aku ngerasa dunia udah gak adil sama aku, karena aku butuh pelampiasan untuk rasa sakit dan rasa enggak nyaman dalam diri aku.” Dia berhenti sejenak, “Tiap hari aku pengen mati aja karena aku tahu hidup aku udah enggak ada harapan, karena tahu aku sebentar lagi mati.”

Kami berdua saling melemparkan tatapan, “Setelah aku sadar kalau yang benar-benar aku mau itu bukan mati, tapi hidup. Aku bilang mau mati karena fakta kalau hidup aku enggak lama lagi, yang berarti sebenarnya alasan aku marah dan sakit itu karena aku masih mau hidup.” Kenapa ucapannya benar? Apa yang ia katakan tidak salah sama sekali.

“Sama seperti kamu. Aku enggak tahu apa masalah yang kamu alami, tapi aku tahu kamu ngerasa berat dan terluka karena itu. Kembali lagi kamu mau mati karena ngerasa hidup kamu enggak normal kayak orang lain, yang sebenarnya adalah kamu mau hidup. Kamu mau hidup tanpa luka di hati kamu, kamu mau hidup bahagia.” gadis itu memegang kedua pundakku. Mendengarnya aku menitikkan air mata, mendengarnya membuat aku merasa sakit.

“Jadi alasan kamu mau loncat tadi karena kamu pengen hidup, cuman kamu enggak ketemu cara untuk hidup sesuai yang kamu mau.”

“Kita berdua mau hidup. Kita berdua mau hidup untuk lihat bintang yang cantik, untuk makan makanan enak, untuk semua alasan kecil yang enggak bisa kita alami saat mati.”

Angin malam ini bertiup cukup kencang, ditambah pekatnya malam membuat semuanya menjadi terlihat lebih mengerikan. “Kamu mau mati karena enggak bisa terima kenyataan kalau hidup kamu itu penuh luka, sama seperti aku yang mau mati karena enggak bisa terima kenyataan kalau aku sebentar lagi akan mati.”

“Coba pikirkan lagi, untuk apa kita mau mati kalau kita udah tahu kalau tanpa berusaha dan diminta pun kita akan mati?” Aku sama sekali tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, hanya air mata yang menunjukkan emosiku saat ini.

Dia tersenyum hangat padaku, menyeka air mataku dan menatapku penuh harapan. “Kamu harus hidup untuk hal kecil, untuk hal sederhana. Bahkan sesederhana makan mie saat malam hari.”

“Kenapa?” tanyaku mengharapkan satu jawaban yang ingin sekali aku dengar.

“Karena untuk diri kamu, hanya kamu sendiri yang bisa berusaha. Karena diri kamu tidak selemah itu untuk lari dari kehidupan ini.”

Dia memelukku dan berbisik di telingaku, “karena kamu tahu, kalau untuk bertahan sampai titik ini kamu udah bersusah payah.”

“Menyerah sekarang bukan hal yang sepadan dengan perjuangan yang kamu lakukan untuk bertahan selama ini.”

Malam itu, untuk pertama kalinya aku ingin hidup. Untuk pertama kalinya aku merasa aku harus hidup.

Asti Noviyanti MSMKN 4 MakassarIG @seunggirl

  • Bagikan