Kisah Tiga Sahabat, Baca Cerpen Di Balik Runtuh

  • Bagikan


“Jadi, menurut kalian harus bagaimana?” Tanya Ezra yang sedang berbaring di atas sofa.

“Aku sih tidak tahu harus bagaimana. Otakku seperti berhenti bekerja.” jawab Dika dengan sedih. Ia kebingungan harus berbuat apa. Tiba-tiba, Awan mengusulkan suatu ide.“Hmm, bagaimana kalau dijadikan bunga-bungaan saja? Maksudnya, bunga-bungaan itu menggambarkan tampilan luar dari sang remaja. Seperti damai-damai saja, padahal sebenarnya sedang menanggung banyak hal.” ucapnya dengan serius, menopang dagu dan menatap Dika.

Ezra yang tadinya hampir tertidur, terbangun dengan raut wajah senang menoleh pada Awan.

“Wah, tumben kamu pintar, Wan! Biasanya hanya menyimak.” teriak Ezra yang membuat Awan kesal.

“Aku ambil peralatannya dulu, ya”.

Mereka mulai melukis bersama-sama. Kali ini, tidak berbagi bagian karena hanya sedikit yang ingin ditambahkan, Ezra dan Awan akhirnya pulang cepat tidak, seperti dua hari yang lalu. Walaupun masalahnya telah terselesaikan, mereka semua tetap khawatir.


Tibalah hari penentuannya. Galeri kota dipenuhi oleh orang-orang yang penasaran akan siapakah pemenangnya. Ketiga remaja itu merasa tegang dan tak sabar. Untuk mengurangi rasa tegang, mereka berjalan-jalan di dalam galeri melihat-lihat karya-karya yang dipajang.

“Aku ga sabar. Badanku sampai bergetar semenjak tadi malam, loh. Semoga kita menang.” Kata Awan tak henti-hentinya tersenyum.

“Kenapa lama sekali ya pengumumannya? Aku mau tidur.” Tanya Ezra yang terlihat lemas mencari-cari kursi kemudian duduk dan membaca buku yang ia bawa.

“Kita baru sampai 15 menit yang lalu tahu”.

“Harap semua peserta mendekat ke sumber suara untuk pengumuman pemenang.” Ezra, Awan, dan Dika bergegas pergi ke sumber suara. Saat mereka sampai, terlihat suatu lukisan yang ditutupi oleh kain putih di samping panitia.

“Baiklah akan saya mulai. Pertama-tama, terima kasih semuanya sudah mau berpartisipasi pada lomba ini.” Ucap sang panitia membuka acara.

“Dan sekarang, saya akan tampilkan karya dari pemenang lomba.” Sang panitia mendekati lukisan yang ditutupi.

Orang-orang mulai berbisik-bisik mencoba menebak siapa pemenangnya. Ada yang terlalu percaya diri, ada yang sudah pesimis dari awal, ada juga yang tidak peduli menang atau tidak. Panitia memegang kain putih tersebut bersiap-siap memperlihatkan lukisan. Awan dari tadi tidak bisa diam karena terlalu bersemangat, sedangkan Ezra dan Dika tenang-tenang saja meskipun sebenarnya dari tadi mereka berdua takut kalah. Kain putih itu perlahan-lahan ditarik oleh panitia. Semua orang terdiam dan semakin penasaran. Panitia selesai menarik kainnya Tidak ada lagi yang menutupi lukisan indah penuh makna itu. Rasa penasaran semua orang hilang. Suara tepuk tangan mulai memenuhi ruangan.

“Runtuh, oleh Dika Danendra, Ezra Mahardika, dan Awan Mahaswari. Dipersilahkan untuk maju ke depan!”.

Ketiganya masih tidak percaya. Awan teriak-teriak kegirangan sementara yang lain hanya terdiam dan senyum. Orang-orang mulai mengambil foto mereka. Dan tentu saja, acara ini disiarkan di televisi secara langsung. Pak Adrian menyaksikannya dari rumah. Ia bangga akan mereka bertiga. Karena kemenangan mereka itu, wali kota memberikan kepercayaan pada mereka untuk mengikuti lomba seni tingkat internasional. Keberuntungan mulai berdatangan pada ketiga remaja itu. Tidak lama, mereka pun semakin terkenal. Karya-karya mereka dipajangkan di berbagai galeri seni.


Beberapa tahun pun berlalu, sekarang mereka sudah punya galeri sendiri. Mimpi mereka sudah terwujud. Yang dulu mereka kira hanya angan-angan, akhirnya terjadi. Banyak karya yang telah mereka buat bersama-sama. “Aku yakin, Awan pasti bangga akan kita berdua, di atas sana.” (*)

Shakirah Alifah Jamal

SMPIT Al-Biruni Mandiri

IG @shaainthere

  • Bagikan