Cerpen Abu-Abu, Bahaya Bullying di Sekolah

  • Bagikan
keker

Sebuah tamparan mendarat di pipi Gresya, hingga membuat wajahnya berpaling. Dengan tatapan marah dan mata yang berkaca-kaca, Gresya kemudian bangkit.

“Apa lo? Mau ngelawan?” tantang Alin. Satu pukulan mendarat di rahang Alin. Walau Gresya tahu dia akan kalah, ia tetap melakukan perlawanan.

Jinni yang baru saja selesai dengan pertemuan singkat ekskulnya, sedang menunggu Gresya di depan ruangan BK. Setelah mendengar perbincangan orang-orang di koridor tadi, ia langsung berlari ke sana.

“Lo enggak papa, ‘kan?” tanya Jinni dengan cemas segera setelah Gresya menampakkan diri.

“Enggak kok, aman,” jawab Gresya masih dengan sebuah senyuman di bibirnya.

“Mau pulang bareng enggak?” tawar Jinni.

“Enggak usah, gue ada janji ketemu seseorang.”

Sore ini langit sangat gelap, suara guntur terdengar terus menerus. Gresya sedang duduk santai di pinggir jembatan. Karena tempatnya yang sepi, membuat Gresya merasa lebih nyaman untuk bertikai dengan isi pikirannya. Pandangannya benar-benar kosong, namun pikirannya sangat berisik. Rasanya benar-benar ingin menghilang dari bumi. “Sekarang atau tidak sama sekali,” gumam Gresya.

Gresya bangkit dari duduknya. Ia menatap danau yang luas di bawahnya itu, kemudian mengangkat pandangannya ke langit. Gresya melompat dari jembatan itu dan terjatuh menuju danau yang dalamnya tak terkira, sama sekali tidak ada orang di sana. Sesak semakin terasa pada dada Gresya, kesadarannya pun mulai goyah. Benar, Gresya mau bertemu seseorang, dan itu adalah Sang Pencipta.


Pagi ini benar-benar terasa sepi untuk Jinni. Kemarin, pemakaman Gresya telah dilangsungkan. Ia sangat bersyukur pada seorang pengguna jalan yang menemukan barang-barang Gresya tergeletak begitu saja di bahu jalan. Ia juga terus menerus menyalahkan dirinya sendiri, kenapa hari itu dia tidak memaksa Gresya untuk pulang dengannya?

“Mana teman lo itu?” tanya Alin pada Jinni saat baru saja tiba di kelas itu.

“Gresya udah meninggal!” jawab Jinni dengan penuh amarah dan penekanan. “Puas lo? Itu ‘kan yang lo mau? Bikin dia depresi sampai bunuh diri, iya ‘kan?” lanjut Jinni.

Tidak percaya dengan jawaban tersebut, Alin sedikit terkekeh mendengarnya. “Bercanda, lo. Masa sama teman sendiri kayak gitu.” “Enggak baik, loh ngomong sembarangan,” sambung Jiyan.

“Enggak mau nerima kalau kalian udah bunuh orang, yah? Masih bisa lo ngomong gue bercanda. Hati lo dimana, sih?” Jinni terkekeh. “Oh iya, lupa, orang gila kayak kalian emang enggak punya hati!”

Memang sudah sangat terlambat pembelaan dari Jinni. Tapi dia benar-benar marah, karena ulah dua orang di depannya ini, temannya harus pergi. Bullying bukan sebuah hal yang bisa disepelekan. Dampaknya bisa sangat besar, salah satunya seperti Gresya. Tidak berbuat apa-apa, tidak ada kesalahan tapi mendapat perundungan setiap harinya yang membuatnya stres dan berakhir bunuh diri.(*)

  • Bagikan