[Cerpen] Mengapa Harus Berkhianat?

  • Bagikan

KEKER.FAJAR.CO.ID – “Nafilah!! Akhirnya kamu datang juga,” teriak Natifa, teman duduk sekaligus sahabat baiknya. Nafilah memberi seutas senyum lalu duduk di samping Natifah.

“Hmm Naf, gimana kabar orang tua kamu, mereka masih sering bertengkar?” tanya Natifah. Yah, Natifah tahu masalah yang diderita Nafilah, karena Nafilah selalu curhat dengannya.“Sama saja Nat, mereka masih selalu bertengkar. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku bingung harus bagaimana untuk kembali mendamaikan keduanya dan mendapat perhatian mereka kembali.” jelas Nafilah sambil terisak.

Natifah mengusap air mata Nafilah kemudian memeluknya.“Sudah, jangan sedih. Aku yakin kamu kuat, kamu pasti bisa melalui segala masalah yang ada saat ini, yang perlu kamu ingat, dari masalah kita bisa belajar untuk menjadi kuat layaknya baja, belajar tersenyum walau terpaksa layaknya matahari yang bersinar cerah walau tertutup oleh awan mendung, dan belajar sabar dan ikhlas untuk menerima suratan takdir dari sang pencipta tanpa harus membenci ataupun menolaknya. Layaknya daun yang jatuh karena tertiup angin, namun sama sekali tak membenci angin. Kamu pasti bisa!” ujar Natifah menyemangati masih dengan posisi berpelukan.“Makasih Nat,”sahut Nafilah. Natifah tersenyum licik dipelukan Nafilah, lalu melepaskan pelukannya.Bel berbunyi menandakan pelajaran akan segera di mulai, mereka berdua pun duduk dengan baik di kursinya masing-masing. Tak lama kemudian gurupun datang.


“Assalamualaikum, pagi anak-anak,” ucap Bu Dian untuk memulai pelajaran dan mata pelajaran yang diajarkan olehnya adalah sains.“Waalaikumusalam, pagi Bu…..,” balas semua siswa.“Baik anak anak,hari ini ibu punya informasi penting untuk kalian semua. Sebentar lagi ada olimpiade sains dan matematika, tentu kalian sudah tahu bahwa sekolah kita tidak pernah lepas dari juara. Jadi, khusus untuk sains, ibu memilih siswa dari kelas ini yang memang nilai dan pengetahuannya sangat bagus yaitu Nafilah Keyla. Tapi kalian jangan berkecil hati, kalian masih bisa ikut dimata pelajaran matematika,” jelas Bu Diana.“Dan untuk Nafilah, akan ada bimbingan tersendiri yang insyaallah akan dimulai minggu depan. Mengerti Nafilah?” lanjutnya.

“I..i..iya Bu,” balas Nafilah terbata bata. Dia tidak menyangka akan terpilih. Namun disisi lain, Natifah merasa tak suka melihat Nafilah yang selalu saja menjadi murid kebanggaan guru.“Anak-anak silahkan baca buku kalian halaman 29, ibu mau keluar sebentar ada urusan,” pinta Bu Diana, lalu beranjak keluar dari kelas.“Nafilah lagi, Nafilah lagi,” gumam Natifah dengan kesal.“Nat alhamdulillah, aku tidak menyangka akan ikut olimpiade sains,” ucap Nafilah heboh, sambil menggoyang goyangkan lengan Natifah, karena untuk saat ini Nafilah sangat bahagia seperti anak kecil yang baru saja mendapat permen.“Apaan sih Naf, begitu saja sudah sombong,” ketus Natifah lalu menepis tangan Nafilah dari lengannya. Nafilahpun kembali diam dan duduk tenang di tempatnya, Nafilah hanya beranggapan mungkin sahabatnya badmood.“Kebahagiaan yang kamu rasakan saat ini adalah awal dari kesedihanmu Nafilah!” batin Natifah sambi melirik Nafilah dengan tajam.


3 bulan sudah bimbingan intensif yang Nafilah ikutiHari demi hari telah berlalu, kedekatan Nafilah dan Natifah pun sudah tak seperti dulu lagi. Setiap harinya selalu saja ada yang mengusik ketenenangan Nafilah. Pernah saat di toilet ada yang sengaja melempar kecoak ke Nafilah, ada juga yang menaruh bangkai tikus di lacinya, bahkan ada yang sengaja menaruh dompetnya di tas Nafilah dan menuduhnya sebagai pencuri. Tanpa Nafilah sadari semua yang terjadi dengannya adalah akal akalan Natifah.[Di kantin]Sesampainya di kantin Nafilah mencari meja kosong, dia menatap segala penjuru di kantin dan dia melihat ada meja yang kosong. Tapi saat melihat meja disamping meja tersebut, di sana ada Natifah sahabatnya sedang bercanda gurau dengan Agatha anak kelas sebelah. Ada terbesit rasa cemburu dihati Nafilah tapi dia berusaha bersikap tidak peduli. Ia pun berjalan ke meja tersebut dan tiba tiba..

“Brukkk!” Nafilah jatuh tersungkur ke tanah, karena kakinya disandung oleh Natifah. Orang-orang di kantin tertawa. Sungguh Nafilah sangat malu. Nafilah pun tidak bisa menahan amarahnya dan langsung berdiri menuju Natifah.“Maksud kamu apa Nat, menyandung kaki Aku!?” tanya Nafilah dengan penuh amarah.“Santai dong!” bentak Agatha langsung berdiri dari duduknya dan mendorong Nafilah, sehingga Nafilah jatuh terduduk ditanah. Hati Nafilah seperti tercabik cabik dan tidak bisa membendung air matanya.“Makanya tidak usah sok kuat!” timpal Natifah.“Cih, lemah! Pasti ngadu ke orangtuanya,” ejek Agatha.“Orangtua? Orang tuanya saja lebih memprioritaskan uang dan pekerjaan dibanding dirinya. Dia tidak pernah dianggap oleh orangtuanya, hahaha,” sambung Natifah sangat merendahkan Nafilah.“Sudah cukup!!”Bentak Nafilah lalu berdiri dan langsung berlari ke toilet.

Ditoilet Nafilah menangis sejadi jadinya menumpahkan segala kesedihannya. Cukup lama Nafilah menangis lalu diapun membasuh mukanya dan beranjak keluar menuju ke kelasnya,namun pada saat perjalanan menuju kelasnya ia seperti mendengar orang yang tertawa didekat gudang. Karena penasaran, Nafilah mengeceknya dan ternyata itu adalah Natifah dan Agatha. Nafilah pun berusaha bersembunyi dibalik tembok untuk mendengar apa yang mereka bicarakan.“Rencanaku selama ini untuk membuat Nafilah sengsara berjalan dengan lancar,” ucap Natifah sambil tersenyum licik.“Aku salut sama kamu. Kamu ingat waktu kamu menaruh dompet teman sekelasmu di Tas Nafilah? Hahaha, bisa bisanya kamu bersandiwara di depan Nafilah seolah tidak tahu apa apa,” lanjut Agatha.“Sekarang kita rencanakan lagi cara untuk membuat Nafilah lebih sengsara,” ucap Natifah tersenyum puas,sedangkan Nafilah yang dari tadi mendengar percakapan mereka hatinya sangat hancur dia tidak menyangka selama ini sahabatnya sendiri yang menjadi penghianat. Dengan memberanikan diri Nafilah beranjak kearah mereka berdua.“Kamu tidak perlu merencakan apa apa lagi Nat,aku sudah sangat sengsara,” sahut Nafilah membuat Natifah dan Agatha terlonjak kaget.“Se-sejak kapan kamu disini Naf?” ujar Natifah terbata bata.“Sejak kalian menceritakan semuanya!” jawab Nafilah dengan mata yang mulai berkaca kaca.“Aku tidak menyangka Nat, ternyata kamu selicik ini. Aku tidak menyangka kamu berkhianat. Tapi kenapa Nat, kenapa!? Kenapa harus dengan cara berkhianat!?” ucap Nafilah berteriak tak bisa lagi menahan air matanya.“Aku iri sama kamu Naf,” jawab Natifah berteriak tepat di depan wajah Nafilah.“Iri? Kamu salah Nat, tak ada yang bisa membuatmu iri denganku. Hidupku penuh dengan segala cobaan, kebahagiaan keluarga tak pernah aku rasakan. Sedangkan kamu? Fisikmu masih sempurna, orangtuamu sayang bahkan sangat sayang dan perhatian sama kamu. Kurang sempurna apa hidupmu Nat? Atau kamu marah aku ikut olimpiade sains? Kalau kamu memang tidak suka , setidaknya berkata jujur Nat, kenapa harus dengan cara berkhianat?” ucap Nafilah dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.“Ternyata kata setiamu adalah sampul dari pengkhianatanmu!” Nafilah langsung berlari keluar gerbang sekolah dengan air mata yang masih mengalir meninggalkan mereka berdua.

  • Bagikan